Makruhnya Memuji Di Muka Orang
Yang Dipuji Jikalau Dikhuatirkan Timbulnya Kerosakan Padanya Seperti Menimbulkan
Rasa Kehairanan Pada Diri Sendiri Dan Sebagainya, Tetapi Jawaz - Yakni Boleh -
Bagi Seseorang Yang Aman Hatinya Dari Perasaan Yang Sedemikian Itu Jikalau
Menerima Pujian Pada Dirinya
1785. Dari Abu Musa r.a.,
katanya: "Nabi s.a.w. mendengar seseorang lelaki memuji pada orang lelaki lain
dan mempersangat-kan dalam memujinya itu, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Engkau
telah merosakkan orang itu atau engkau telah me-matahkan punggung orang itu."
(Muttafaq 'alaih)
A l - I t h r a ' ertinya
bersangatan dalam memberikan pujian.
1786. Dari Abu Bakrah r.a.
bahawasanya ada seseorang lelaki disebut-sebut namanya di sisi Nabi s.a.w., lalu
ada orang lelaki lain memujinya dengan menunjukkan kebaikannya, kemudian Nabi
s.a.w. bersabda: "Celaka engkau, engkau telah mematahkan leher-nya." Beliau
s.a.w. mengucapkan ini berulang-ulang. Selanjutnya sabdanya lagi: "Jikalau
seseorang di antara engkau semua perlu harus memuji, maka hendaklah mengatakan:
"Saya kira ia adalah demikian,demikian,apabila memang orang itu diketahuinya
benar-benar seperti itu, sedang yang kuasa memperhitungkan amalannya adalah
Allah jua dan tiadalah seseorang itu akan dianggap suci oleh Allah - hanya
disebabkan banyaknya pujian yang diperolehnya dari orang-orang." (Muttafaq
'alaih)
1787. Dari Hammam bin
al-Harits dari al-Miqdad r.a. bahawasanya ada seseorang lelaki yang sedang
memuji Usman r.a., lalu al-Miqdad menuju tempat orang tadi, kemudian berjongkok
atas kedua lututnya dan mulailah melempari orang itu dengan kerikil di mukanya.
Usman lalu berkata padanya: "Mengapa engkau berbuat demikian?" Al-Miqdad
menjawab: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau semua
melihat orang-orang yang suka memuji, maka lemparkanlah tanah pada muka mereka
itu." (Riwayat Muslim)
Hadis-hadis di atas itu
menunjukkan larangan memberikan pujian. Tetapi ada pula Hadis-hadis yang banyak
sekali jumlahnya dan shahih-shahih yang menerangkan bolehnya memberikan pujian
itu. Para alim-ulama berkata: "Jalan mengumpulkan antara Hadis-hadis di atas -
yang melarang dan yang membolehkan - ialah: Jikalau orang yang dipuji itu
memiliki keimanan yang sempurna dan keyakinan yang baik, serta jiwa yang
terlatih, demikian pula pengetahuan yang sempurna, sehingga tidak dikhuatirkan
akan timbulnya fitnah dalam jiwanya sendiri apabila menerima pujian, juga tidak
tertipu hatinya dengan demikian itu, malahan kalbunya tidak juga dapat
dipermainkan dengan ucapan pujian tersebut, maka terhadap orang yang semacam ini
pujian itu tidaklah haram dan tidak pula makruh. Tetapi jikalau dikhuatirkan
akan adanya sesuatu dari perkara-perkara yang tersebut di atas, maka memuji itu
adalah dimakruhkan di muka orang tersebut dengan kemakruhan yang sangat.
Dengan cara pemisahan
sebagaimana di atas itu diturunkannya beberapa Hadis yang berselisihan tujuannya
itu. Di antara Hadis-hadis yang menunjukkan bolehnya memuji itu ialah sabdanya
Nabi s.a.w. kepada Abu Bakar r.a.: "Saya harap anda termasuk golongan
orang-orang itu - yakni yang dapat diundang dari segala macam pintu syurga,
lihat Hadis no. 1213 - untuk dapat masuk dari semuanya itu. Dalam Hadis Iain
disebutkan: "Engkau bukan golongan orang-orang itu," yakni bukan golongan
orang-orang yang melemberehkan sarungnya kerana ada tujuan kesom-bongan - lihat
Hadis no. 788.
Demikian pula sabda
Rasulullah s.a.w. kepada Umar r.a.: "Tidaklah syaitan itu melihat anda menempuh
sesuatu jalan, melainkan ia akan menempuh jalan selain dari jalan yang anda
lalui." Jadi Hadis-hadis mengenai bolehnya memberikan pujian itu banyak sekali
dan sudah saya sebutkan sebahagian dari petikan-petikannya dalam kitab
al-Adzkar - yang dikarang oleh Imam an- Nawawi pula.
No comments:
Post a Comment