Allah Ta'ala berfirman:
"Tidaklah Kami turunkan al-Quran itu padamu - hai Muhammad agar
engkau mendapat celaka." (Thaha:
1-2)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Allah menghendaki kemudahan padamu semua dan tidak menghendaki
kesukaran untukmu semua." (al-Baqarah:
185)
142. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Nabi s.a.w. memasuki
rumahnya dan di sisi Aisyah itu ada seorang wanita. Beliau s.a.w. bertanya:
"Siapakah ini?" Aisyah menjawab: "Ini adalah si Anu." Aisyah menyebutkan perihal
shalatnya wanita tadi - yang sangat luar biasa tekunnya.
Beliau s.a.w. bersabda: "Jangan demikian, hendaklah engkau semua
berbuat sesuai dengan kekuatanmu semua saja. Sebab demi Allah, Allah itu tidak
bosan - memberi pahala - sehingga engkau semua bosan - melaksanakan amalan itu.
Adalah cara melakukan agama yang paling dicintai oleh Allah itu ialah apa-apa
yang dikekalkan melakukannya oleh orangnya itu - yakni tidak perlu banyak-banyak
asalkan langsung terus." (Muttafaq 'alaih)
Mah adalah kata untuk melarang dan mencegah. Maknanya La yamallullahu,
ialah Allah tidak bosan, maksudnya bahwa Allah tidak akan memutuskan
pahalanya padamu semua atau balasan pada amalan-amalanmu itu ataupun
memperlakukan engkau semua sebagai perlakuan orang yang sudah bosan. Hatta
tamallu artinya sehingga engkau semua yang bosan lebih dulu, lalu amalan itu
ditinggalkan.
Oleh sebab itu seyogyanya engkau semua mengambil amalan itu sekuat
tenagamu saja yang sekiranya akan tetap langsung dan kekal melakukannya agar
supaya pahalanya serta keutamaannya tetap atas dirimu semua.
143. Dari Anas r.a., katanya: Ada tiga macam orang datang ke rumah
isteri-isteri Nabi s.a.w. menanyakan tentang hal bagaimana ibadahnya Nabi s.a.w.
Kemudian setelah mereka diberitahu lalu seolah-olah mereka menganggap amat
sedikit saja ibadah beliau. s.a.w. itu. Mereka lalu berkata: "Ah, di manakah
kita ini - maksudnya: Kita ini jauh perbedaannya kalau dibandingkan - dari Nabi
s.a.w. sedangkan beliau itu telah diampuni segala dosanya yang lampau dan yang
kemudian."
Seorang dari mereka itu berkata: "Adapun saya ini, maka saya
bersembahyang semalam suntuk selama-lamanya." Yang lainnya berkata: "Adapun
saya, maka saya berpuasa sepanjang tahun dan tidak pernah saya berbuka." Yang
seorang lagi berkata: "Adapun saya, maka saya menjauhi para wanita, maka sayapun
tidak akan kawin selama-lamanya."
Rasulullah s.a.w. kemudian mendatangi mereka lalu bersabda: "Engkau
semuakah yang mengatakan demikian, demikian? Wahai, demi Allah, sesungguhnya
saya ini adalah orang yang tertaqwa di antara engkau semua kepada Allah dan
tertakut kepadaNya, tetapi saya juga berpuasa dan juga berbuka, sayapun
bersembahyang tetapi juga tidur, juga saya suka kawin dengan para wanita. Maka
barangsiapa yang enggan pada cara perjalananku, maka ia bukanlah termasuk dalam
golonganku." (Muttafaq 'alaih)
144. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Binasalah orang-orang yang memperdalam-dalamkan." Beliau s.a.w. menyabdakan ini
sampai tiga kali banyaknya." (Riwayat Muslim)
Almutanathtbi'un yaitu orang-orang
yang memperdalam-dalamkan serta memperkeraskan sesuatu yang bukan pada
tempatnya.
145. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Agama itu
mudah, tidaklah agama itu diperkeraskan oleh seseorang melainkan agama itu akan
mengalahkannya - yakni orang yang memperkeras-keraskan itu sendiri yang nantinya
akan merasa tidak kuat meneruskannya. Maka dari itu, bersikap luruslah engkau
semua, lakukanlah yang sederhanasaja-jikalau tidak kuasa melakukan yang
sesempurna-sempurnanya, bergembiralah - untuk memperoleh pahala, sekalipun
sedikit, juga mohonlah pertolongan dalam melakukan sesuatu amalan itu, baikdi
waktu pergi pagi-pagi, sore-sore ataupun sebagian waktu malam." (Riwayat
Bukhari)
Dalam riwayat Imam Bukhari lainnya disebutkan: "Berlaku
luruslah, lakukanlah yang
sederhana, pergilah di waktu pagi, juga di
waktu sore serta sebagian di waktu malam.
Berbuatlah sederhana,tentu engkau semua akan sampai pula – pada
tujuannya."
Addin itu dirafa'kan karena
merupakan maf'ulnya fi'il yang tidak disebutkan fa'ilnya. Ada pula yang
mengatakan bahwa itu harus dinashabkan.
Ada yang meriwayatkan dengan lafaz Lan yusyaddad dina ahadun,
artinya tidak seorangpun yang hendak memperkeraskan agama
tersebut.
Sabda Rasulullah s.a.w. Illa ghalalabahu, artinya melainkan
agama itu mengalahkannya, yakni bahwa agama tadi mengalahkan orang itu dan
dengan sendirinya orang yang memperkeras-keraskan sendiri itu akhirnya akan
lemah untuk menghadapi agama tersebut, sebab banyak jalan yang perlu
ditempuhnya.
Ghadwah ialah bepergian pada
pagi hari dan Rawhah pada sore hari, sedang Adduljah ialah pada
akhir malam. Ini semua adalah sebagai kata kiasan atau perumpamaan. Maksudnya
ialah: Hendaklah engkau semua memohonkan pertolongan untuk melakukan ketaatan
kepada Allah 'Azzawajalla itu dengan melakukan berbagai amalan di waktu engkau
semua dalam keadaan bersemangat, serta hati dalam keadaan lapang,
sehingga dengan demikian engkau semua akan merasa lezat melakukan ibadah tadi
dan tidak akan merasa bosan, juga dengan itu apa yang dimaksudkan sudah pula
tercapai. Ini adalah sebagaimana seseorang yang pandai bepergian, ia
tentu berangkat dalam keadaan semacam
di atas itu dan ia beristirahat, baik dirinya maupun
kendaraannya dalam waktu sudah lelah ataupun hati kurang enak. Dengan demikian
dapat pula ia mencapai tujuannya tanpa kelelahan samasekali. Wallahu
a'lam.
146. Dari Anas r.a., katanya:
"Nabi s.a.w. masuk ke dalam
masjid, tiba-tiba tampak di situ ada seutas tali yang memanjang antara dua
tiang. [12] Beliau s.a.w.
bertanya: "Tali apakah ini?" Orang-orang menjawab: "Ini adalah kepunyaan Zainab,
jikalau ia sudah malas - lelah bersembahyang, ia menggantung di situ." Nabi
s.a.w. lalu bersabda: "Lepaskan sajalah. Baiklah seseorang itu melakukan shalat
di waktu ia sedang bersemangat, maka jikalau ia telah merasa malas, baiklah ia
tidur saja." (Muttafaq 'alaih)
147. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Rasulullah s.a.w.
bersabda:
"Jikalau seseorang dari engkau semua mengantuk dan ia sedang
bersembahyang, maka baiklah ia tidur dulu, sehingga hilanglah kantuk tidurnya.
Sebab sesungguhnya seseorang dari engkau semua itu jikalau bersembahyang sedang
ia mengantuk, maka ia tidak tahu, barangkali ia memulai memohonkan pengampunan -
kepada Allah, tetapi ia lalu mencaci maki dirinya sendiri." (Muttafaq
'alaih)
148. Dari Abu Abdillah, yaitu Jabir bin Samurah radhiallahu 'anhuma,
katanya: "Saya pernah bersembahyang dengan Nabi s.a.w. beberapa shalatan, maka
keadaan shalat beliau s.a.w. itu adalah sedang dan khutbahnyapun sedang pula."
(Riwayat Muslim)
Ucapan qashdan maksudnya antara panjang dan pendek, yakni
sederhana
149. Dari Abu Juhaifah yaitu Wahab bin Abdullah r.a., katanya: "Nabi
s.a.w. mempersaudarakan antara Salman dan Abuddarda' -maksudnya keduanya disuruh
berjanji untuk berlaku sebagai saudara." Salman pada suatu ketika berziarah ke
Abuddarda', ia melihat Ummud Darda' - isteri Abuddarda' - mengenakan pakaian
yang serba kusut - yakni tidak berhias samasekali, Salman bertanya padanya:
"Mengapa saudari berkeadaan sedemikian ini?" Wanita itu menjawab: "Saudaramu
yaitu Abuddarda' itu sudah tidak ada hajatnya lagi pada keduniaan - maksudnya:
Sudah meninggalkan keduniaan, baik terhadap wanita atau lain-lain."
Dalam riwayat Addaraquthni lafaz Fiddunyaa, diganti dengan
lafaz Fi nisaid dunyaa, artinya tidak ada hajatnya lagi pada kaum wanita
di dunia ini. Sementara itu dalam riwayat Ibnu Khuzaimah ditambah pula dengan
kata-kata Yashuumun nahaar wa yaquumullail, artinya: Ia berpuasa pada
siang harinya dan terus bersembah - yang pada malam harinya."
Abuddarda' lalu datang, kemudian ia membuatkan makanan untuk Salman.
Setelah selesai Abuddarda' berkata kepada Salman:
"Makanlah, karena saya berpuasa." Salman menjawab: "Saya tidak akan
suka makan, sehingga engkaupun suka pula makan."
Abuddarda' lalu makan.
Setelah malam tiba, Abuddarda' mulai bangun. Salman berkata
kepadanya: "Tidurlah!" Ia tidur lagi. Tidak lama kemudian bangun lagi dan Salman
berkata pula: "Tidurlah!" Kemudian setelah tiba Akhir malam, Salman lalu berkata
pada Abuddarda': "Bangunlah sekarang!" Keduanya terus bersembahyang. Selanjutnya
Salman lalu berkata: "Sesungguhnya untuk Tuhanmu itu ada hak atas dirimu, untuk
dirimu sendiri juga ada hak atasmu, untuk keluargamupun ada hak atasmu. Maka
berikanlah kepada setiap yang berhak itu akan haknya masing-masing."
Abuddarda' - paginya - mendatangi
Nabi s.a.w. kemudian menyebutkan peristiwa
semalam itu, lalu Nabi s.a.w. bersabda:
"Salman benar ucapannya." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Dengan berdasarkan Hadis di atas, maka syariat Agama Islam
memerintahkan kepada kaum Musiimin agar antara seorang dengan yang lainnya
bersikap sebagaimana orang-orang yang bersaudara dan semata-mata bukan karena
ini atau itu, tetapi hanya untuk mengharapkan keridhaan Tuhan, juga
memerintahkan agar saling kunjung-mengunjungi karena Allah, demikian pula
bermalam di rumah saudara seagamanya karena Allah pula.
Di samping itu syariat membolehkan seseorang lelaki bercakap-cakap
dengan wanita lain yang bukan mahramnya yakni ajnabiyah, bilamana betul-betul
ada keperluan yang penting untuk berbuat sedemikian itu.
Selain itu dalam Hadis itu pula terdapat anjuran yang sungguh-sungguh
agar antara seorang muslim dengan muslim lainnya, hendaknya gemar
nasihat-menasihati dengan cara yang baik, mengingatkan siapa yang lupa dan lalai
melaksanakan perintah Allah dan ada pula anjuran untuk gemar mengerjakan shalat
malam (shalatuilail) dan lain-lain lagi.
150. Dari Abu Muhammad, yaitu Abdullah bin al-'Ash radhiallahu
'anhuma, katanya: "Nabi s.a.w. diberitahu bahwasanya saya berkata: Demi Allah,
niscayalah saya akan berpuasa pada pagi hari dan berdiri bersembahyang di waktu
malam - maksudnya setiap hari, siangnya berpuasa dan malamnya bersembahyang
sunnah, selama hidupku." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Apakah engkau
yang berkata sedemikian
itu?" Saya menjawab
kepadanya:
"Sungguh saya berkata demikian
itu, bi-abi anta wa ummi,
ya Rasulullah." Beliau.bersabda: "Sesungguhnya engkau tidak kuat
melaksanakan itu, maka dari itu berpuasalah, berbukalah, tidurlah dan juga
berdirilah - bersembahyang malam. Dalam sebulan itu berpuasalah tiga hari, sebab
sesungguhnya kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Jadi tiga hari
sebulan itu sama dengan berpuasa setahun penuh." Saya berkata: "Saya masih kuat
beramal yang lebih utama dari itu." Beliau s.a.w, bersabda: "Kalau begitu
berpuasalah sehari dan berbukalah dua hari." Saya berkata lagi: "Saya masih kuat
beramal yang lebih utama dari itu." Beliau s.a.w. bersabda: "Kalau begitu
berpuasalah sehari dan berbukalah sehari pula. Yang sedemikian itu adalah
puasanya Nabi Dawud a.s. dan inilah sesedang-sedangnya berpuasa." Dalam riwayat
lain disebutkan: "Yang sedemikian itu adalah seutama-utamanya berpuasa." Saya
berkata pula: "Saya masih kuat beramal yang lebih utama dari itu." Rasulullah
s.a.w. lalu bersabda: "Tidak ada yang lebih utama daripada puasa - seperti Nabi
Dawud a.s. itu." Sebenamya andaikata saya menerima saja tiga hari yang
disabdakan oleh Rasulullah s.a.w. -pertama kali - itu adalah lebih kucintai
daripada seluruh keluarga dan hartaku."
Dalam riwayat lain disebutkan demikian:
Nabi s.a.w. bersabda: "Bukankah saya telah diberitahu bahwasanya
engkau berpuasa pada siang hari dan bersembahyang sunnah setiap malamnya?" Saya
menjawab: "Benar, ya Rasulullah." Beliau lalu bersabda: "Jangan mengerjakan
seperti itu. Berpuasalah dan berbukalah, tidurlah dan bangunlah, karena
sesungguhnya untuk tubuhmu itu ada hak atas dirimu, kedua matamu pun ada haknya
atas dirimu, isterimu juga ada hak atasmu, untuk tamumu pun ada hak atasmu.
Sebenamya sudah cukuplah jikalau untuk setiap bulan itu engkau berpuasa sebanyak
tiga hari saja, sebab sesungguhnya setiap kebaikan itu
diberi pahala dengan
sepuluh kali lipatnya. Jadi
berpuasa tiga hari setiap bulan itu sama halnya dengan berpuasa setahun penuh."
Saya - maksudnya Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash - mengeras-ngeraskan sendiri lalu
diperkeraskanlah atas diriku. Saya berkata: "Ya
Rasulullah, sesungguhnya saya masih
mempunyai kekuatan untuk lebih dari itu." Beliau s.a.w. lalu bersabda:
"Kalau begitu berpuasalah seperti puasanya Nabiullah Dawud dan jangan engkau
tambahkan lagi dari itu - yakni sehari berpuasa dan sehari berbuka."
Saya bertanya: "Bagaimanakah
berpuasanya Dawud a.s.?" Beliau
s.a.w. bersabda: "Ia
berpuasa setengah tahun."
Abdullah, setelah tuanya berkata: "Alangkah baiknya jikalau dahulu
saya terima saja keringanan yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w." Dalam riwayat
lain lagi disebutkan:
Nabi s.a.w. bersabda: "Bukankah saya telah diberitahu bahwasanya
engkau berpuasa setahun penuh dan mengkhatamkan bacaan al-Quran sekali setiap
malam?" Saya menjawab: "Benar demikian ya Rasulullah dan saya tidak menghendaki
dengan amalan yang sedemikian itu melainkan mengharapkan kebaikan belaka."
Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Berpuasalah seperti puasanya Nabiullah Dawud a.s.,
sebab sesungguhnya ia adalah setaat-taat manusia perihal ibadatnya. Selain itu
khatamkanlah bacaan al-Quran itu sekali dalam setiap bulan." Saya berkata: "Ya
Nabiullah, saya masih kuat beramal yang lebih utama dari itu." Beliau s.a.w.
bersabda: "Kalau begitu khatamkanlah itu sekali setiap dua puluh hari." Saya
berkata: "Ya Nabiullah, sebenarnya saya masih kuat yang lebih utama dari itu."
Beliau s.a.w. bersabda: "Kalau begitu
khatamkanlah itu sekali
dalam setiap sepuluh hari." Saya berkata: "Ya
Nabiullah,saya masih kuat beramal yang lebih utama dari itu." Beliau s.a.w.
bersabda: "Kalau begitu, khatamkan sajalah al-Quran itu sekali dalam seminggu
dan jangan ditambah lagi - beratnya amalan tadi - lebih dari itu." jadi saya
memperberatkan diri sendiri lalu diperberatkanlah amalan itu atas diriku. Nabi
pada saat itu bersabda: "Sesungguhnya engkau tidak tahu, barangkali engkau akan
diberi usia yang panjang." Maka jadilah saya sampai pada usia tua
sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi s.a.w. Setelah saya berusia tua, saya
ingin sekali kalau dahulunya saya menerima saja keringanan yang diberikan oleh
Nabiullah s.a.w.
Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya untuk anakmu pun ada hak
atas dirimu."
Juga dalam riwayat lain disebutkan: "Tidak dibenarkanlah seseorang
yang berpuasa terus sepanjang tahun." Ini disabdakan oleh beliau s.a.w. sampai
tiga kali.
Selain itu dalam riwayat lain disebutkan demikian: "Puasa yang amat
tercinta di sisi Allah adalah puasanya Nabi Dawud, sedang shalat yang amat
tercinta di sisi Allah juga shalatnya Nabi Dawud. Ia tidur separuh malam, lalu
bangun - untuk bersembahyang malam - sepertiga malam, kemudian tidur lagi
seperenam malam. Ia berpuasa sehari dan berbuka sehari. Ia tidak akan lari
jikalau menemui - berhadapan dengan musuhnya.
Ada pula riwayat lain yang menyebutkan demikian: "Ia berkata: Ayahku
mengawinkan saya dengan seorang wanita yang memiliki keturunan baik. Ayah
membuat janji dengan menantunya - wanita itu - yakni isteri anaknya, untuk
menanyakan pada wanita perihal keadaan suaminya. Setelah ditanya, isterinya itu
berkata: Sebaik-baik lelaki ialah suamiku itu, ia tidak pernah menginjak
hamparan kita dan tidak pernah memeriksa tabir kita - maksudnya tidak pernah
berkumpul untuk menyetubuhi isterinya - sejak kita datang padanya."
Setelah peristiwa itu berjalan lama, maka ayahnya memberitahukan hal
tersebut kepada Nabi s.a.w., lalu beliau bersabda kepada ayahnya: "Pertemukanlah
saya dengan lelaki itu."
Saya menemui Nabi s.a.w. sesudah diadukan oleh ayahku itu, beliau
s.a.w. bertanya: "Bagaimanakah caranya engkau berpuasa?" Saya menjawab: "Saya
berpuasa tiap hari." Beliau s.a.w. bertanya: "Bagaimanakah caranya engkau
mengkhatamkan al-Quran?" Saya menjawab: "Setiap malam saya khatamkan sekali."
Seterusnya orang itu menyebutkan sebagaimana ceritera yang sebelumnya. Ia
menghabiskan sebagian bacaan al-Quran itu atas isterinya sebanyak sepertujuh
bagian, yang dibacanya itu dirampungkannya di waktu siang agar lebih ringan
untuk apa yang akan dibacanya di waktu malamnya. Jikalau ia hendak memperkuatkan
dirinya, ia berbuka selama beberapa hari dan dihitunglah jumlah hari berbukanya
itu kemudian berpuasa sebanyak hari di atas itu pula. Sebabnya ia melakukan
demikian, karena ia tidak senang kalau meninggalkan sesuatu sejak ia berpisah
dengan Nabi s.a.w.
Semua riwayat di atas adalah shahih, sebagian besar dari shahih
Bukhari dan shahih Muslim dan hanya sedikit saja yang tertera dalam salah satu
kedua kitab shahih itu - yakni Bukhari dan Muslim saja.
151. Dari Abu Rib'i yaitu Hanzhalah bin Arrabi' al-Usayyidi al-Katib,
salah seorang diantara jurutulisnya Rasulullah s.a.w..katanya: "Abu Bakar
bertemu denganku, lalu ia berkata: Bagaimanakah keadaanmu hai Hanzhalah." Saya
menjawab: "Hanzhalah takut pada dirinya sendiri kalau sampai menjadi seorang
munafik." Abu Bakar berkata lagi: "Subhanallah - sebagai tanda keheranan, apakah
yang kau ucapkan itu?" Saya menjawab: "Semula kita berada di sisi Rasulullah
s.a.w. Beliau mengingat-ingatkan kepada kita perihal syurga dan neraka,
seolah-olah keduanya itu benar-benar dapat dilihat-tampak di mata. Tetapi
setelah kita keluar dari sisi Rasulullah s.a.w., kita masih juga bermain-main
dengan isteri-isteri, anak-anak dan mengurus berbagai harta - untuk kehidupan
kita di dunia ini, sehingga dengan demikian, banyak yang kita lupakan - tentang
hal syurga dan neraka tadi." Abu Bakar lalu berkata: "Demi Allah, sesungguhnya
kami sendiripun pernah mengalami seperti yang kau alami itu." Selanjutnya saya
dan Abu Bakar berangkat bersama sampai masuk ke tempat Rasulullah s.a.w. lalu
saya berkata: "Hanzhalah takut pada dirinya sendiri kalau sampai menjadi seorang
munafik, ya Rasulullah." Rasulullah s.a.w. lalu bertanya: "Mengapa demikian?"
Saya menjawab: "Ya Rasulullah kita semula ada di sisi Tuan dan Tuan
mengingat-ingatkan kepada kita perihal neraka dan syurga seolah-olah keduanya
itu dapat dilihat oleh mata. Tetapi setelah kita keluar dari sisi Tuan, kitapun
masih juga bermain-main dengan isteri-isteri, anak-anak serta mengurus pula
berbagai harta, sehingga karena itu, banyak yang kita lupakan tentang keduanya
tadi." Setelah itu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Demi Zat yang jiwaku ada didalam
genggaman kekuasaanNya, jikalau engkau semua tetap sebagaimana hal keadaanmu di
sisiku dan juga senantiasa berzikir - ingat kepada Allah, niscayalah
malaikat-malaikat itu menjabat tanganmu semua, baik ketika engkau ada di
hamparanmu - sedang tidur, juga ketika ada di jalananmu - sedang berjalan-jalan.
Tetapi, hai Hanzhalah, sesaat dan sesaat - maksudnya sesaat untuk melakukan
peribadatan kepada Allah dan sesaat lagi untuk mengurus segala sesuatu yang
diperlukan oleh manusia dalam kehidupannya, mencari sandang pangan dan
lain-lain." Ini disabdakan beliau s.a.w. tiga kali. (Riwayat Muslim)
152. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Pada suatu ketika
Nabi s.a.w. berkhutbah, tiba-tiba ada seorang lelaki yang berdiri lalu beliau
bertanya kepadanya - tentang nama dan perlunya berdiri. "Orang-orang - para
sahabat - sama berkata: "Dia adalah Abu Israil bernazar hendak berdiri di terik
matahari, tidak akan duduk-duduk, tidak akan bernaung, tidak akan berbicara dan
tetap akan berpuasa." Nabi s.a.w. lalu bersabda: "Perintahkan padanya, supaya ia
suka berbicara, bernaung, duduk-duduk dan juga supaya ia meneruskan puasanya."
(Riwayat Bukhari)
Nota
kaki:
-
Dua tiang yang dimaksudkan di sini ialah dari beberapa tiang yang ada di masjid. Tujuan utama dalam Hadis ini ialah anjuran yang penting sekali untuk diperhatikan, yakni hendaknya kita melaksanakan agama Islam ini jangan melampaui batas, khususnya dalam peribadatan, seperti shalat, puasa dan lain-lain yang termasuk sunnah hukumnya. Jadi kita dilarang mempersangatkan diri sendiri, sehingga membuat kita lelah dan akhirnya malas. Juga terdapat suatu anjuran lain, yakni hendaklah dalam mengerjakannya itu dengan penuh semangat dan bukan seenaknya saja.
No comments:
Post a Comment