TENTANG
ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN
2010
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka melaksanakan amanat
Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Amendemen keempat, Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) diajukan oleh Presiden setiap tahun untuk dibahas bersama
Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah;
b. bahwa RAPBN sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
Baca Selengkapnya
Baca Selengkapnya
c. bahwa RAPBN Tahun Anggaran 2010 disusun
sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam
menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung terwujudnya perekonomian
nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
d. bahwa penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2010
berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 2010 dan memperhatikan aspirasi
masyarakat, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, adil
dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat;
e. bahwa sesuai dengan putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 13/PUU-VI/2008, Pemerintah harus menyediakan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;
f. bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang
APBN Tahun Anggaran 2010 antara Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah
telah memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tertuang
dalam Surat Keputusan DPD Nomor 23/DPD/2009 tanggal 14 Agustus 2009;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e, dan f, perlu membentuk Undang-Undang
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan
ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Amendemen Keempat;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor
62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
4.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3687);
5.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
6.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997
tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3988);
7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang
Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236);
8.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301);
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
12.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);
13.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
14.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
15.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421);
16.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
17.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
19. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
20.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
21. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4746);
22.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang
Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
23.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4852);
24.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884);
25. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893).
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2010.
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:
1.
Pendapatan negara dan hibah adalah
semua penerimaan negara yang berasal
dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan
hibah dari dalam negeri dan luar negeri.
2. Penerimaan perpajakan adalah semua
penerimaan negara yang terdiri atas pajak dalam negeri dan pajak perdagangan
internasional.
3. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan
negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan
jasa dan pajak penjualan atas barang mewah,pajak bumi dan bangunan, bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
4. Pajak perdagangan internasional adalah
semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan bea keluar.
5. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
adalah semua penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan
dari sumber daya alam, bagian Pemerintah atas laba badan usaha milik negara
(BUMN), penerimaan negara bukan pajak lainnya, serta pendapatan badan layanan
umum (BLU).
6.
Cost recovery adalah pengembalian
atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam rangka operasi perminyakan oleh
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan menggunakan hasil produksi minyak
dan/atau gas bumi (migas) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Penerimaan hibah adalah semua penerimaan
negara yang berasal dari sumbangan oleh pihak swasta dalam negeri dan
pemerintah daerah serta sumbangan oleh pihak swasta luar negeri dan pemerintah
luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak
mengikat, serta tidak secara terus menerus, dialokasikan untuk mendanai
kegiatan tertentu.
8. Belanja negara adalah semua pengeluaran
negara yang digunakan untuk membiayai belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke
daerah.
9.
Belanja Pemerintah Pusat menurut
organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang dialokasikan kepada kementerian
negara/lembaga (K/L), sesuai dengan program-program Rencana Kerja Pemerintah
yang akan dijalankan.
10.
Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi
adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi
pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi
ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi
kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan
fungsi perlindungan sosial.
11.
Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis
adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah,
bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
12. Belanja pegawai adalah belanja Pemerintah
Pusat yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang
yang diberikan kepada pegawai Pemerintah Pusat, pensiunan, anggota Tentara
Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara,
baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas
pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan
pembentukan modal.
13.
Belanja barang adalah belanja
Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa yang
habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang
tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual
kepada masyarakat, serta belanja perjalanan.
14.
Belanja modal adalah belanja Pemerintah
Pusat yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik
lainnya.
15.
Pembayaran bunga utang adalah belanja
Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membayar kewajiban atas penggunaan pokok
utang (principal outstanding) baik utang dalam negeri maupun luar negeri, yang
dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan utang yang sudah ada dan utang
baru, termasuk untuk biaya terkait dengan pengelolaan utang.
16.
Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang
memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi
hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau
oleh masyarakat.
17.
Subsidi energi adalah alokasi anggaran
yang diberikan kepada perusahaan atau lembaga yang memproduksi dan/atau menjual
bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar nabati (BBN), Liquefied Petroleum Gas
(LPG), dan tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat
yang membutuhkan.
18.
Belanja hibah adalah belanja Pemerintah
Pusat yang bersifat sukarela dengan pengalihan hak dalam bentuk uang, barang,
atau jasa dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah, pemerintah negara lain, lembaga/organisasi
internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak
mengikat, serta tidak secara terus menerus dan dilakukan dengan naskah
perjanjian antar pemberi hibah dan penerima hibah.
19.
Bantuan sosial adalah semua pengeluaran
negara dalam bentuk transfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat guna
melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya berbagai risiko sosial.
20.
Belanja lain-lain adalah semua
pengeluaran atau belanja Pemerintah Pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke
dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka 12 (dua belas) sampai
dengan angka 19 (sembilan belas), dan dana cadangan umum.
21.
Transfer ke daerah adalah pengeluaran
negara dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan,
dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian.
22. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas dana bagi
hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
23. Dana bagi hasil, selanjutnya disingkat DBH,
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
24. Dana alokasi umum, selanjutnya disingkat
DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud
dalam Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
25. Dana alokasi khusus, selanjutnya disingkat
DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
26. Dana otonomi khusus adalah dana yang
dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah,
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang
dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
27. Dana penyesuaian adalah dana yang
dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan
Pemerintah Pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di daerah.
28. Sisa lebih pembiayaan anggaran, selanjutnya
disingkat Silpa, adalah selisih lebih realisasi pembiayaan atas realisasi
defisit anggaran yang terjadi.
29. Pembiayaan defisit anggaran adalah semua
jenis penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran
negara dalam APBN dan kebutuhan pengeluaran pembiayaan.
30. Pembiayaan dalam negeri adalah semua
penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan dan nonperbankan dalam negeri
yang terdiri atas hasil privatisasi, hasil pengelolaan aset, penerbitan bersih
surat berharga negara, pinjaman dalam negeri, dikurangi pengeluaran pembiayaan
yang terdiri atas dana investasi Pemerintah, dana bergulir, kewajiban yang
timbul akibat penjaminan Pemerintah, penyertaan modal negara, dan cadangan
pembiayaan.
31. Privatisasi adalah penjualan saham persero,
baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan
kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat,
serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 32. Surat berharga negara, selanjutnya disingkat SBN, meliputi
surat utang negara dan surat berharga syariah negara.
33. Surat utang negara, selanjutnya disingkat
SUN, adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah
maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara
Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
34. Surat berharga syariah negara, selanjutnya
disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara
yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara.
35. Dana Investasi Pemerintah adalah dukungan
Pemerintah dalam bentuk kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk
lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha.
36. Restrukturisasi BUMN adalah upaya yang
dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN, yang merupakan salah satu langkah
strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki
kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
37. Pinjaman dalam negeri adalah setiap pinjaman
oleh Pemerintah yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus
dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya.
38. Kewajiban penjaminan adalah kewajiban yang
menjadi beban Pemerintah akibat pemberian jaminan kepada BUMN dan/atau BUMD
dalam hal BUMN dan/atau BUMD dimaksud tidak dapat membayar kewajibannya kepada
kreditor sesuai perjanjian pinjaman.
39. Pembiayaan luar negeri neto adalah semua
pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar negeri yang terdiri atas
pinjaman program dan pinjaman proyek dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok
pinjaman luar negeri.
40. Pinjaman program adalah pinjaman yang
diterima dalam bentuk tunai (cash financing) dimana pencairannya mensyaratkan
dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak seperti matrik
kebijakan (policy matrix) atau dilaksanakannya kegiatan tertentu.
41. Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri
yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu kementerian negara/lembaga
dan/atau pemerintah daerah dan BUMN melalui penerusan pinjaman yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dan berdasarkan Undang-Undang ini.
42. Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran
pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan
alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik,
tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai
penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah.
43. Persentase anggaran pendidikan adalah
perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja
negara.
44. Tahun anggaran 2010 adalah masa 1 (satu)
tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember
2010.
Pasal 2
(1)
Anggaran pendapatan negara dan hibah
tahun anggaran 2010 diperoleh dari sumber-sumber:
a. penerimaan
perpajakan;
b. penerimaan
negara bukan pajak; dan
c. 2010
penerimaan hibah.
(2) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp742.738.045.000.000,00 (tujuh
ratus empat puluh dua triliun tujuh ratus tiga puluh delapan miliar empat puluh
lima juta
rupiah).
(3)
Penerimaan negara bukan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar
Rp205.411.304.114.000,00 (dua ratus lima
triliun empat ratus sebelas miliar tiga ratus empat juta seratus empat belas
ribu rupiah).
(4)
Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp1.506.766.000.000,00 (satu triliun
lima ratus enam
miliar tujuh ratus enam puluh enam juta rupiah).
(5)
Jumlah anggaran pendapatan negara dan
hibah tahun anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) direncanakan sebesar Rp949.656.115.114.000,00 (sembilan ratus empat
puluh sembilan triliun enam ratus lima puluh
enam miliar seratus lima
belas juta seratus empat belas ribu rupiah).
Pasal 3
(1) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri atas:
a. pajak
dalam negeri; dan
b. pajak
perdagangan internasional.
(2)
Penerimaan pajak dalam negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a direncanakan sebesar Rp715.534.543.000.000,00 (tujuh ratus lima
belas triliun lima ratus tiga puluh empat miliar
lima ratus
empat puluh tiga juta rupiah), yang terdiri atas:
a. Pajak penghasilan sebesar
Rp350.957.982.000.000,00 (tiga ratus lima puluh
triliun sembilan ratus lima
puluh tujuh miliar sembilan ratus delapan puluh dua juta rupiah), termasuk
pajak penghasilan ditanggung Pemerintah atas:
1) komoditi panas bumi sebesar
Rp624.250.000.000,00 (enam ratus dua puluh empat miliar dua ratus lima puluh juta rupiah);
2) bunga imbal hasil atas Surat Berharga
Negara yang diterbitkan di pasar internasional sebesar Rp2.000.000.000.000,00
(dua triliun rupiah); dan
3) hibah dan pembiayaan internasional dari
lembaga keuangan multilateral sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun
rupiah). Pelaksanaan pajak penghasilan ditanggung Pemerintah masing-masing
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
b. Pajak pertambahan nilai barang dan
jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebesar Rp269.537.049.000.000,00
(dua ratus enam puluh sembilan triliun lima
ratus tiga puluh tujuh miliar empat puluh sembilan juta rupiah), termasuk pajak
ditanggung Pemerintah (DTP) atas:
1) bahan bakar minyak bersubsidi (PT
Pertamina Persero) sebesar Rp5.897.550.000.000,00 (lima
triliun delapan ratus sembilan puluh tujuh miliar lima
ratus lima
puluh juta rupiah);
2) pajak dalam rangka impor (PDRI)
ekplorasi migas sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah);
3) PPN minyak goreng dan impor
gandum/terigu sebesar Rp851.000.000.000,00 (delapan ratus lima puluh satu miliar rupiah); dan
4)
PPN Bahan Bakar Nabati (BBN)
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
Pelaksanaan
PPN ditanggung Pemerintah masing-masing diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan;
c. Pajak bumi dan bangunan sebesar
Rp26.506.421.000.000,00 (dua puluh enam triliun lima ratus enam miliar empat ratus dua puluh
satu juta rupiah);
d. Bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan sebesar Rp7.392.899.000.000,00 (tujuh triliun tiga ratus sembilan
puluh dua miliar delapan ratus sembilan puluh sembilan juta rupiah);
e. Cukai sebesar
Rp57.289.169.000.000,00 (lima
puluh tujuh triliun dua ratus delapan puluh sembilan miliar seratus enam puluh
sembilan juta rupiah); dan
f. Pajak lainnya sebesar
Rp3.851.023.000.000,00 (tiga triliun delapan ratus lima puluh satu miliar dua puluh tiga juta
rupiah).
(3) Penerimaan pajak perdagangan internasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar
Rp27.203.502.000.000,00 (dua puluh tujuh triliun dua ratus tiga miliar lima ratus dua juta
rupiah), yang terdiri atas:
a.
Bea masuk sebesar
Rp19.569.865.000.000,00 (sembilan belas triliun lima
ratus enam puluh sembilan miliar delapan ratus enam puluh lima juta rupiah), termasuk fasilitas bea
masuk ditanggung Pemerintah sebesar Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun
rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
dan
b. Bea keluar sebesar
Rp7.633.637.000.000,00 (tujuh triliun enam ratus tiga puluh tiga miliar enam
ratus tiga puluh tujuh juta rupiah).
(4) Rincian penerimaan perpajakan tahun
anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah
sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.
Pasal 4
(1) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri atas:
a. penerimaan
sumber daya alam;
b. bagian
Pemerintah atas laba BUMN;
c. penerimaan
negara bukan pajak lainnya; dan
d. pendapatan
BLU.
(2) Penerimaan sumber daya alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp132.030.206.894.000,00
(seratus tiga puluh dua triliun tiga puluh miliar dua ratus enam juta delapan
ratus sembilan puluh empat ribu rupiah).
(3) Dana yang dicadangkan untuk kegiatan
pemulihan lokasi perminyakan yang ditinggalkan (abandonment and site
restoration) oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) harus ditempatkan pada
perbankan nasional.
(4) Bagian Pemerintah atas laba BUMN
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar
Rp24.000.000.000.000,00 (dua puluh empat triliun rupiah).
(5) Dalam rangka mengoptimalkan penerimaan
bagian Pemerintah atas laba BUMN di bidang usaha perbankan, penyelesaian
piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan dilakukan sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan
pelaksanaannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(7) Penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN
sebelum pajak dari PT. PLN (Persero) pada tahun buku 2009 sebagai akibat dari
pemberian margin usaha sebesar 5% (lima
persen) kepada PT. PLN (Persero) dipergunakan untuk membayar kekurangan subsidi
listrik yang dibawa ke tahun berikutnya (carry over).
(8) Nilai bagian Pemerintah atas laba BUMN
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan dalam APBN Perubahan Tahun
Anggaran 2010.
(9) Penerimaan negara bukan pajak lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar
Rp39.894.220.171.000,00 (tiga puluh sembilan triliun delapan ratus sembilan
puluh empat miliar dua ratus dua puluh juta seratus tujuh puluh satu ribu
rupiah).
(10) Target PNBP Direktorat Jenderal Perhubungan
Udara, Departemen Perhubungan dalam tahun 2010 direncanakan sebesar
Rp450.026.111.697,00 (empat ratus lima puluh miliar dua puluh enam juta seratus
sebelas ribu enam ratus sembilan puluh tujuh rupiah), didasarkan pada kebijakan
pemisahan (spin off) penerimaan Air Traffic Services (ATS) PT Angkasa Pura I
dan PT Angkasa Pura II untuk dijadikan Perum.
(11) Target PNBP Direktorat Jenderal Pos dan
Telekomunikasi, dalam Tahun Anggaran 2010 direncanakan sebesar
Rp9.032.607.931.050,00 (sembilan triliun tiga puluh dua miliar enam ratus tujuh
juta sembilan ratus tiga puluh satu ribu lima puluh rupiah), sebagian di
antaranya diperoleh dari penerimaan BHP frekuensi yang dipertimbangkan adanya
perubahan regulasi/kebijakan BHP frekuensi dari perhitungan BHP frekuensi
berbasis kanal (trx) menjadi BHP frekuensi berbasis pita frekuensi (bandwidth)
untuk penyelenggaraan Telekomunikasi Bergerak Seluler.
(12) Pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d direncanakan sebesar Rp9.486.877.049.000,00 (sembilan triliun empat
ratus delapan puluh enam miliar delapan ratus tujuh puluh tujuh empat puluh
sembilan ribu rupiah).
(13) Rincian penerimaan negara bukan pajak tahun
anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (9), dan ayat
(12) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini.
Pasal 5
(1)
Anggaran belanja negara tahun anggaran
2010 terdiri atas:
a. anggaran
belanja Pemerintah Pusat; dan
b. anggaran transfer ke daerah.
(2) Anggaran belanja Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar
Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga
miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).
(3) Anggaran transfer ke daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp322.423.032.080.000,00
(tiga ratus dua puluh dua triliun empat ratus dua puluh tiga miliar tiga puluh
dua juta delapan puluh ribu rupiah).
(4) Jumlah anggaran belanja negara tahun
anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) direncanakan
sebesar Rp1.047.666.042.990.000,00 (satu kuadriliun empat puluh tujuh triliun
enam ratus enam puluh enam miliar empat puluh dua juta sembilan ratus sembilan
puluh ribu rupiah).
Pasal 6
(1) Anggaran belanja Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)huruf a dikelompokkan atas:
a. belanja Pemerintah Pusat menurut
organisasi;
b. belanja
Pemerintah Pusat menurut fungsi; dan
c. belanja Pemerintah Pusat menurut
jenis belanja.
(2) Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar
Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga
miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).
(3) Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar
Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga
miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).
(4) Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis
belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar
Rp725.243.010.910.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun dua ratus empat puluh tiga
miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh ribu rupiah).
(5) Rincian lebih lanjut dari anggaran belanja
Pemerintah Pusat menurut unit organisasi/bagian anggaran, fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja dibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan
Pemerintah.
(6) Rincian anggaran belanja Pemerintah Pusat
tahun anggaran 2010 menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan menurut jenis belanja
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Presiden yang menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini
yang ditetapkan paling lambat tanggal 30 November 2009.
Pasal 7
(1) Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan
Bakar Nabati (BBN) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) Tahun Anggaran 2010
ditetapkan sebesar Rp68.726.700.000.000,00 (enam puluh delapan triliun tujuh
ratus dua puluh enam miliar tujuh ratus juta rupiah).
(2) Pengendalian anggaran subsidi BBM dalam
Tahun Anggaran 2010 dilakukan melalui efisiensi terhadap biaya distribusi dan
margin usaha (alpha), serta melakukan kebijakan penghematan konsumsi BBM
bersubsidi.
(3) Dalam hal perkiraan harga rata-rata minyak
mentah Indonesia (Indonesia Crude Price (ICP)) dalam 1 (satu) tahun mengalami
kenaikan lebih dari 10% (sepuluh persen) dari harga yang diasumsikan dalam APBN
2010, Pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga BBM
bersubsidi.
Pasal 8
(1) Subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2010
ditetapkan sebesar Rp37.800.000.000.000,00 (tiga puluh tujuh triliun delapan
ratus miliar rupiah).
(2) Pengendalian anggaran subsidi listrik dalam
Tahun Anggaran 2010 dilakukan melalui:
a. Pemberian margin kepada PT PLN
(Persero) sebesar 5% (lima
persen) dalam rangka pemenuhan persyaratan pembiayaan investasi PT PLN
(Persero);
b. Penerapan tarif dasar listrik (TDL)
sesuai harga keekonomian secara otomatis untuk pemakaian energi di atas 50%
(lima puluh persen) konsumsi rata-rata nasional tahun 2009 bagi pelanggan rumah
tangga (R), bisnis (B), dan publik (P) dengan daya mulai 6.600 VA ke atas;
c. Penerapan kebijakan tarif yang
bertujuan untuk mendorong penghematan tenaga listrik dan pelayanan khusus, yang
selama ini sudah dilaksanakan, tetap diberlakukan; dan
d. Penyesuaian tarif dasar listrik
(TDL) ditetapkan oleh Pemerintah setelah mendapat persetujuan dari DPR RI.
Pasal 9
(1) Subsidi Pupuk dalam Tahun Anggaran 2010
ditetapkan sebesar Rp14.757.259.000.000,00 (empat belas triliun tujuh ratus lima puluh tujuh miliar dua ratus lima puluh sembilan juta rupiah), terdiri
atas:
a. subsidi harga sebesar
Rp11.291.459.000.000,00 (sebelas triliun dua ratus sembilan puluh satu miliar
empat ratus lima
puluh sembilan juta rupiah);
b. bantuan langsung pupuk sebesar Rp1.610.800.000.000,00 (satu triliun enam
ratus sepuluh miliar delapan ratus juta rupiah);
c. kurang bayar tahun sebelumnya
sebesar Rp1.500.000.000.000,00 (satu triliun lima ratus miliar rupiah);
d. bantuan ternak sapi sebesar
Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah); dan
e. unit pengolahan pupuk organik
sebesar Rp105.000.000.000,00 (seratus lima
miliar rupiah).
(2) Pemerintah mengutamakan kecukupan pasokan
gas yang dibutuhkan perusahaan produsen pupuk dalam negeri dalam rangka menjaga
ketahanan pangan, dengan tetap mengoptimalkan penerimaan negara dari penjualan
gas.
(3) Dalam rangka untuk mengurangi beban subsidi
pertanian terutama pupuk pada masa yang akan datang, Pemerintah menjamin harga
gas untuk memenuhi kebutuhan perusahaan produsen pupuk dalam negeri dengan
harga domestik.
(4) Pemerintah daerah diberi kewenangan
mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi melalui mekanisme Rencana Definitif
Kebutuhan Kelompok (RDKK).
Pasal 10
(1) Dalam rangka kesinambungan pelaksanaan
kegiatankegiatan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan, Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM) dalam Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
yang terdiri atas Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Program Pengembangan Infrastruktur Perdesaan
(PPIP), dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) dalam
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2009, dapat diluncurkan
sampai dengan akhir April 2010.
(2) Pengajuan usulan luncuran program/kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam
bentuk konsep DIPA Luncuran (DIPA-L) paling lambat pada tanggal 15 Januari
2010.
(3) Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan DIPA-L
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 11
(1) Kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan
infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam yang dilakukan
dalam tahun 2009, tetapi belum dapat diselesaikan sampai dengan akhir Desember
2009, dapat dilanjutkan penyelesaiannya ke tahun 2010.
(2) Pendanaan untuk kegiatan-kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari pagu kementerian
negara/lembaga masing-masing dan/atau belanja lainlain dalam Tahun Anggaran
2010.
(3) Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan
kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
oleh Pemerintah.
Pasal 12
(1) Untuk kelancaran upaya penanggulangan
lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS)
Tahun Anggaran 2010, dapat digunakan untuk melunasi kekurangan pembayaran
pembelian tanah, bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup dan biaya evakuasi di
luar peta terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedung Cangkring, dan
Desa Pejarakan), serta untuk bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup, biaya
evakuasi dan relokasi pada sembilan rukun tetangga di tiga desa (Desa Siring
Barat, Desa Jatirejo, dan Desa Mindi).
(2) Kekurangan pembayaran pembelian tanah di
luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedung Cangkring,
dan Desa Pejarakan) disesuaikan dengan tahapan pelunasan yang dilakukan oleh PT
Lapindo Brantas.
Pasal 13
(1) Dalam rangka penyelamatan perekonomian dan
kehidupan sosial kemasyarakatan di sekitar tanggul lumpur Sidoarjo, anggaran
belanja yang dialokasikan pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS)
Tahun Anggaran 2010 dapat digunakan untuk kegiatan mitigasi penanggulangan
semburan lumpur, termasuk di dalamnya penanganan tanggul utama sampai ke Kali
Porong (mengalirkan lumpur dari tanggul utama ke Kali Porong) dengan pagu
paling tinggi sebesar Rp130.380.580.000,00 (seratus tiga puluh miliar tiga
ratus delapan puluh juta lima ratus delapan puluh ribu rupiah).
(2)
Pelaksanaan kegiatan mitigasi
penanggulangan semburan lumpur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 14
(1) Dalam rangka efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan program stimulus fiskal tahun 2009, kementerian negara/lembaga
(K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang melaksanakan tugas
pembantuan/dekonsentrasi namun tidak sepenuhnya melaksanakan belanja stimulus
fiskal tahun 2009 sebagaimana telah ditetapkan, akan menjadi faktor pengurang
dalam penetapan alokasi anggaran pada Tahun Anggaran 2010.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku juga bagi provinsi dan kabupaten/kota yang menerima bantuan teknis
dan pendanaan stimulus fiskal dalam rangka mendukung pelaksanaan urusan/tugas
pemerintah daerah.
(3) Faktor pengurang dalam penetapan alokasi
anggaran pada Tahun Anggaran 2010 bagi kementerian negara/lembaga (K/L)
termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang tidak sepenuhnya melaksanakan belanja
stimulus fiskal tahun 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan sebagai berikut:
a. Pengurangan dikenakan hanya terhadap
kementerian negara/lembaga (K/L) termasuk provinsi dan kabupaten/kota yang
tidak dapat memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
b. Pengurangan pagu belanja Tahun
Anggaran 2010 bagi kementerian negara/lembaga (K/L) termasuk provinsi dan
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah maksimum sebesar sisa
anggaran stimulus fiskal 2009 yang tidak diserap; dan
c.
Pengurangan pagu belanja Tahun
Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dibebankan pada:
1)
satuan kerja pusat/vertikal
kementerian negara/lembaga (K/L) yang melaksanakan kegiatan stimulus fiskal
melalui pemotongan alokasi anggaran pada Satuan Anggaran per Satuan Kerja
(SAPSK)/DIPA satuan kerja pusat/vertikal kementerian negara/lembaga (K/L) yang
bersangkutan;
2)
Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) provinsi/kabupaten/kota yang melaksanakan kegiatan tugas
pembantuan/dekonsentrasi stimulus fiskal melalui pemotongan alokasi anggaran
pada SAPSK/DIPA Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) provinsi/kabupaten/kota
yang bersangkutan; dan
3)
Provinsi/kabupaten/kota yang
menerima bantuan teknis dan pendanaan stimulus fiskal dalam rangka mendukung
pelaksanaan urusan/tugas pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
di atas dengan memperhitungkannya dari transfer ke daerah
Provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan.
(4) Setelah Tahun Anggaran 2009 berakhir, Kuasa
Pengguna Anggaran Satuan Kerja penerima dana stimulus fiskal Tahun Anggaran
2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menyampaikan Laporan
Realisasi Kegiatan dan Anggaran Stimulus Fiskal 2009 kepada kementerian
negara/lembaga (K/L) yang memberikan/menyalurkan dana Anggaran Stimulus Fiskal
paling lambat tanggal 22 Januari 2010.
(5) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), kementerian negara/lembaga (K/L) selaku Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran program/kegiatan stimulus fiskal 2009 menyampaikan laporan
pelaksanaan kegiatan, realisasi anggaran dan alasan apabila alokasi anggaran
tidak terserap seluruhnya kepada Menteri Keuangan paling lambat tanggal 29
Januari 2010.
(6) Menteri Keuangan menetapkan surat edaran
pengurangan pagu kepada kementerian negara/lembaga
(K/L)/provinsi/kabupaten/kota yang tidak sepenuhnya melaksanakan program
stimulus fiskal paling lambat tanggal 26 Februari 2010.
(7) Pengurangan pagu sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) dilaporkan dalam APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2010 dan atau Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
(8) Tata cara pemotongan pagu belanja diatur
lebih lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 15
Pemerintah
diberi kewenangan untuk melakukan pengeluaran dalam rangka memenuhi setiap
kewajiban yang timbul sehubungan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap (inkracht).
Pasal 16
(1) Perubahan rincian lebih lanjut dari
anggaran belanja Pemerintah Pusat berupa:
a. pergeseran anggaran belanja:
1) antarunit
organisasi dalam satu bagian anggaran;
2) antarkegiatan dalam satu program
sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil optimalisasi; dan/atau
3) antarjenis belanja dalam satu kegiatan.
b. perubahan anggaran belanja yang
bersumber dari kelebihan realisasi di atas target Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP); dan
c. perubahan Pinjaman dan
Hibah Luar Negeri (PHLN) sebagai akibat dari luncuran dan percepatan penarikan
PHLN, termasuk hibah luar negeri setelah Undang-Undang mengenai APBN
ditetapkan; ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Penggunaan anggaran belanja yang bersumber
dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di atas pagu APBN untuk perguruan
tinggi yang bukan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan BLU ditetapkan oleh
Pemerintah.
(3) Perubahan rincian belanja Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang masih dalam satu
provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka tugas
pembantuan, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam
rangka dekonsentrasi.
(4) Perubahan rincian belanja Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antarprovinsi/
kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit
organisasi di tingkat pusat dan oleh instansi vertikalnya di daerah.
(5) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaporkan Pemerintah kepada DPR RI dalam
APBN Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
Pasal 17
(1) Anggaran transfer ke daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. dana perimbangan; dan
b. dana
otonomi khusus dan penyesuaian.
(2) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp306.023.418.400.000,00 (tiga ratus enam
triliun dua puluh tiga miliar empat ratus delapan belas juta empat ratus ribu
rupiah).
(3) Dana otonomi khusus dan penyesuaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanaka sebesar
Rp16.399.613.680.000,00 (enam belas triliun tiga ratus sembilan puluh sembilan
miliar enam ratus tiga belas juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah).
Pasal 18
(1) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Dana bagi hasil;
b. Dana
alokasi umum; dan
c. Dana alokasi khusus.
(2)
Dana bagi hasil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp81.404.801.400.000,00 (delapan
puluh satu triliun empat ratus empat miliar delapan ratus satu juta empat ratus
ribu rupiah).
(3) Terhadap kekurangan pembayaran Dana Bagi
Hasil Minyak dan Gas Bumi tahun 2008, dalam APBN-P 2010 diprioritaskan untuk
dibayar minimal Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
(4) Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp203.485.234.500.000,00 (dua ratus tiga
triliun empat ratus delapan puluh lima miliar dua ratus tiga puluh empat juta
lima ratus ribu rupiah), termasuk DAU tambahan untuk tunjangan profesi guru
sebesar Rp10.994.892.500.000,00 (sepuluh triliun sembilan ratus sembilan puluh
empat miliar delapan ratus sembilan puluh dua juta lima ratus ribu rupiah).
(5) Dana alokasi khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar Rp21.133.382.500.000,00 (dua puluh
satu triliun seratus tiga puluh tiga miliar tiga ratus delapan puluh dua juta lima ratus ribu rupiah).
(6) Perhitungan dan pembagian lebih lanjut dana
perimbangan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
(7) Rincian dana perimbangan Tahun Anggaran 2010
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) adalah sebagaimana
tercantum dalam penjelasan ayat ini.
Pasal 19
(1) Perhitungan dan pembagian dana perimbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) untuk 14 (empat belas) daerah
otonom baru Tahun Anggaran 2008—2009 dialokasikan dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. Dana alokasi umum secara
administrasi perhitungannya masih digabung dengan daerah induk;
b. Dana alokasi khusus dihitung
berdasarkan kriteria umum dan kriteria khusus dari daerah induk sedangkan
kriteria teknis berdasarkan ketersediaan data teknis dari departemen terkait
dan secara administrasi alokasinya masih digabung dengan daerah induk;
c. Dana bagi hasil dialokasikan kepada
daerah otonom baru tahun 2009 sebagai pemerataan dari penerimaan yang berasal
dari provinsi yang bersangkutan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana
perimbangan bagi daerah otonom baru diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 20
(1) Dana otonomi khusus dan penyesuaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. dana
otonomi khusus; dan
b. dana
penyesuaian, yang terdiri atas:
1. dana tambahan tunjangan guru pegawai
negeri sipil daerah (PNSD);
2. dana insentif daerah;
3. kurang bayar DAK 2008; dan
4. kurang bayar dana infrastruktur sarana
dan prasarana (DISP) 2008.
(2) Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp9.099.613.680.000,00 (sembilan
triliun sembilan puluh sembilan miliar enam ratus tiga belas juta enam ratus
delapan puluh ribu rupiah).
(3) Dana penyesuaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b direncanakan sebesar Rp7.300.000.000.000,00 (tujuh triliun
tiga ratus miliar rupiah).
(4) Dana insentif daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b butir 2 direncanakan sebesar Rp1.387.800.000.000,00 (satu
triliun tiga ratus delapan puluh tujuh miliar delapan ratus juta rupiah).
(5) Dana insentif daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) digunakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pendidikan yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan mempertimbangkan kriteria tertentu.
Pasal 21
(1) Anggaran pendidikan adalah sebesar
Rp209.537.587.275.000,00 (dua ratus sembilan triliun lima
ratus tiga puluh tujuh miliar lima ratus delapan
puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh lima
ribu rupiah).
(2) Persentase anggaran pendidikan adalah
sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen), yang merupakan perbandingan alokasi
anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap total anggaran
belanja negara sebesar Rp1.047.666.042.990.000,00 (satu kuadriliun empat puluh
tujuh triliun enam ratus enam puluh enam miliar empat puluh dua juta sembilan
ratus sembilan puluh ribu rupiah).
Pasal 22
(1) Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah
Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp949.656.115.114.000,00 (sembilan ratus empat
puluh sembilan triliun enam ratus lima puluh
enam miliar seratus lima
belas juta seratus empat belas ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (5), lebih kecil daripada jumlah anggaran belanja negara sebesar
Rp1.047.666.042.990.000,00 (satu kuadriliun empat puluh tujuh triliun enam
ratus enam puluh enam miliar empat puluh dua juta sembilan ratus sembilan puluh
ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) sehingga dalam Tahun
Anggaran 2010 terdapat defisit anggaran sebesar Rp98.009.927.876.000,00
(sembilan puluh delapan triliun sembilan miliar sembilan ratus dua puluh tujuh
juta delapan ratus tujuh puluh enam ribu rupiah) yang akan dibiayai dari
pembiayaan defisit anggaran.
(2) Pembiayaan defisit anggaran Tahun Anggaran
2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari sumber-sumber:
a.
pembiayaan dalam negeri sebesar
Rp107.891.435.453.000,00 (seratus tujuh triliun delapan ratus sembilan puluh
satu miliar empat ratus tiga puluh lima juta empat ratus lima puluh tiga ribu
rupiah); dan
b. pembiayaan luar negeri neto sebesar
negatif Rp9.881.507.577.000,00 (sembilan triliun delapan ratus delapan puluh
satu miliar lima ratus tujuh juta lima ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah).
(3) Rincian pembiayaan defisit anggaran Tahun
Anggaran 2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum
dalam penjelasan ayat ini.
Pasal 23
(1) Dalam hal diperlukan tambahan anggaran
belanja maksimal 2% (dua persen) dari belanja negara untuk kebutuhan belanja
prioritas yang belum tersedia pagu anggarannya, Pemerintah dapat mengajukan
perubahan APBN.
(2) Pembahasan dan penetapan perubahan APBN
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Badan Anggaran dalam waktu
paling lambat 1 (satu) minggu dalam masa sidang, setelah perubahan APBN
diajukan oleh Pemerintah kepada DPR
RI.
(3) Perubahan APBN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), dilakukan paling lambat akhir Maret 2010 untuk kemudian
disampaikan pada Laporan Semester Pertama pelaksanaan APBN 2010.
Pasal 24
(1) Pada pertengahan Tahun Anggaran 2010,
Pemerintah menyusun laporan realisasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja negara Semester Pertama Tahun Anggaran 2010 mengenai:
a. realisasi pendapatan negara dan
hibah;
b. realisasi
belanja negara; dan
c. realisasi pembiayaan defisit
anggaran.
(2) Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pemerintah menyertakan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat pada
akhir bulan Juli 2010, untuk dibahas bersama antara DPR RI dan
Pemerintah.
Pasal 25
(1) Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk
menyelesaikan piutang instansi Pemerintah yang dikelola/diurus oleh Panitia
Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, khususnya piutang
terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah, meliputi dan tidak terbatas pada
restrukturisasi dan haircut piutang pokok sampai dengan 100% (seratus persen).
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara
penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
Pasal 26
(1) Dalam hal realisasi penerimaan Negara tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara pada saat tertentu,
kekurangannya dapat ditalangi dari dana Saldo Anggaran Lebih (SAL), Penerbitan
Surat Berharga Negara (SBN) atau penyesuaian belanja negara.
(2) Pemerintah dapat menerbitkan Surat Berharga
Negara (SBN) untuk membiayai kebutuhan pengelolaan kas bagi pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), apabila dana tunai pengelolaan
kas tidak cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan awal tahun anggaran
berikutnya.
(3) Pemerintah dapat melakukan pembelian SBN
untuk kepentingan stabilisasi pasar dengan tetap memperhatikan jumlah kebutuhan
penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang ditetapkan.
(4) Dalam hal terdapat alternatif sumber
pembiayaan dari utang yang lebih menguntungkan, Pemerintah dapat melakukan
perubahan komposisi instrumen pembiayaan utang tanpa menyebabkan perubahan pada
total pembiayaan utang tunai.
(5) Dalam kondisi pasar keuangan yang memburuk
sehingga menyebabkan kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil (yield) surat berharga negara
secara signifikan, Pemerintah dapat melakukan penarikan pinjaman siaga baik
dari kreditor bilateral maupun multilateral.
(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) ditetapkan dalam APBN Perubahan 2010
dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010.
Pasal 27
(1) Penyesuaian APBN Tahun Anggaran 2010 dengan
perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat
dengan Pemerintah dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, apabila terjadi:
a. perkembangan ekonomi makro yang
tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN Tahun Anggaran 2010;
b. perubahan
pokok-pokok kebijakan fiskal;
c. keadaan yang menyebabkan harus
dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarprogram, dan/atau
antarjenis belanja;
d. keadaan
yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun-tahun anggaran sebelumnya
harus
digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun anggaran 2010.
(2) Saldo anggaran lebih sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d tidak termasuk saldo anggaran lebih yang merupakan saldo
kas di badan layanan umum (BLU), yang penggunaannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
(3) Pemerintah mengajukan Rancangan
Undang-Undangc tentang Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2010 berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum tahun anggaran
2010 berakhir.
Pasal 28
(1)
Setelah Tahun Anggaran 2010 berakhir,
Pemerintah menyusun pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
(2) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi laporan realisasi anggaran, neraca,
laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
(3) Laporan realisasi anggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan informasi pendapatan dan belanja
negara secara akrual.
(4) Neraca sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyajikan aset dan kewajiban berdasarkan basis akrual.
(5) Penerapan pendapatan dan belanja negara
secara akrual dalam laporan keuangan tahun 2010 dilaksanakan secara bertahap
pada badan layanan umum.
(6) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan.
(7) Pemerintah mengajukan Rancangan
Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, setelah Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan, paling lambat 6 (enam) bulan setelah Tahun Anggaran 2010 berakhir
untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 29
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR.
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 29
Oktober 2009
MENTERI HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2009 NOMOR 15688
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 47 TAHUN
2009
TENTANG
ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN
2010
I. UMUM
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2010 disusun dengan
berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010, serta Kerangka
Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2010 sebagaimana telah
dibahas dan disepakati bersama, baik dalam Pembicaraan Pendahuluan maupun
Pembicaraan Tingkat I Pembahasan RAPBN Tahun Anggaran 2010 antara Pemerintah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Hal tersebut sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara. Selain itu, APBN Tahun Anggaran 2010 juga
mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan politik yang berkembang dalam
beberapa bulan terakhir, serta berbagai langkah kebijakan yang diperkirakan
akan ditempuh dalam tahun 2010.
Dengan
memperhatikan perkembangan faktor eksternal dan stabilitas ekonomi makro,
pertumbuhan ekonomi Indonesia
dalam tahun 2010 diperkirakan mencapai sekitar 5,5% (lima
koma lima
persen). Seiring pemulihan perekonomian global, Pemerintah akan berupaya agar
realisasi pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan sesuai dengan asumsi tersebut.
Melalui pertumbuhan konsumsi masyarakat yang diperkirakan masih cukup tinggi,
dan iklim investasi yang semakin kondusif, diharapkan hal tersebut dapat
menjadi daya tarik bagi para investor dalam negeri dan luar negeri untuk
menanamkan modalnya di Indonesia.
Sementara itu, impor Indonesia
akan lebih difokuskan pada barang modal sehingga dapat memicu perkembangan
industri pengolahan dalam negeri.
Melalui
kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang terkoordinasi, nilai tukar
rupiah diperkirakan akan berada pada kisaran Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah)
per satu dolar Amerika Serikat. Stabilitas nilai tukar rupiah ini mempunyai
peranan penting terhadap pencapaian sasaran inflasi tahun 2010, dan perkembangan
suku bunga perbankan. Dalam tahun 2010, dengan terjaganya stabilitas nilai
tukar rupiah dan terjaminnya pasokan serta lancarnya arus distribusi kebutuhan
bahan pokok, maka laju inflasi diperkirakan dapat ditekan pada tingkat 5,0% (lima koma nol persen).
Sejalan dengan
itu, rata-rata suku bunga SBI 3 (tiga) bulan diperkirakan akan mencapai 6,5%
(enam koma lima
persen). Di lain pihak, dengan mempertimbangkan pertumbuhan permintaan minyak
dunia yang mulai meningkat seiring dengan pemulihan pertumbuhan ekonomi dunia,
ratarata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) di pasar
internasional dalam tahun 2010 diperkirakan akan berada pada kisaran US$65,0
(enam puluh lima koma nol dolar Amerika Serikat) per barel, sedangkan tingkat
lifting minyak mentah diperkirakan sekitar 965 (sembilan ratus enam puluh lima)
ribu barel per hari.
Strategi
pelaksanaan pembangunan Indonesia
didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.
Pelaksanaan strategi RPJPN dibagi ke dalam empat tahap Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang tiap-tiap tahap memuat rencana dan
strategi pembangunan untuk lima
tahun yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah. Selanjutnya, Presiden terpilih
beserta anggota kabinet yang membantunya akan menuangkan visi, misi, dan
rencana kerja pemerintahan untuk menjawab tantangan dan permasalahan aktual,
sekaligus untuk mencapai sasaran-sasaran rencana pembangunan jangka menengah
dan jangka panjang yang telah disusun.
RPJMN tahap
pertama telah selesai dengan berakhirnya masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu
dan tahun 2010 merupakan tahun pertama dalam agenda RPJMN tahap kedua.
Mengingat tahun 2010 merupakan tahun transisi pemerintahan, RPJMN (2010-2014)
belum disusun. Sasaran pembangunan nasional yang tertuang dalam Bab IV dari
lampiran Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional 2005-2025 yang berisi: Berdasarkan pelaksanaan, pencapaian dan
sebagai kelanjutan dari RPJMN ke-1 (2004-2009) maka RPJMN ke-2 (2010-2014) ditujukan
untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan
menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan
kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. Sementara
itu, dalam rancangan awal RPJMN tahap kedua (2010-2014), kegiatan pembangunan
akan diarahkan untuk beberapa tujuan, yaitu:
(a) memantapkan penataan kembali Negara
Kesatuan Republik Indonesia,
(b) meningkatkan kualitas sumber daya
manusia,
(c) membangun kemampuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, dan
(d)
memperkuat daya saing perekonomian.
Upaya pencapaian tujuan-tujuan tersebut akan diimplementasikan melalui
pencapaian sasaran pembangunan di tiap tahun dengan fokus yang berbeda, sesuai
dengan tantangan dan kondisi yang ada.
Fokus kegiatan
tersebut diterjemahkan dalam rencana kerja Pemerintah (RKP) di tiap-tiap tahun.
Rencana Kerja Pemerintah tahun 2010 disusun berdasarkan tema "Pemulihan
Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat" dan
diterjemahkan ke dalam lima
prioritas pembangunan, yaitu:
(a)
pemeliharaan kesejahteraan
masyarakat miskin serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem
perlindungan sosial;
(b) peningkatan kualitas sumber daya
manusia;
(c)
pemantapan reformasi birokrasi
dan hukum, serta pemantapan demokrasi
dan keamanan nasional;
(d)
pemulihan ekonomi yang didukung oleh
pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi; serta
(e)
peningkatan kualitas pengelolaan
sumber daya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim. Pencapaian prioritas
sasaran pembangunan tersebut akan diterjemahkan melalui program-program
kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan Pemerintah di tahun 2010.
Dengan demikian,
kebijakan alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat tahun 2010 diarahkan
terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan,
menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat, dan mengurangi kemiskinan, di samping tetap menjaga
stabilitas nasional, kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional
pemerintahan, dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Sejalan
dengan arah kebijakan tersebut, prioritas alokasi anggaran belanja Pemerintah
Pusat dalam
tahun 2010 akan difokuskan pada:
(a) perbaikan penghasilan dan kesejahteraan
aparatur negara dan pensiunan;
(b) kegiatan-kegiatan yang terkait dengan
kebutuhan dasar operasional di setiap kementerian negara/lembaga;
(c) melanjutkan program pengentasan
kemiskinan melalui program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) Mandiri,
bantuan operasional sekolah (BOS), program keluarga harapan (PKH), dan jaminan
kesehatan masyarakat (jamkesmas);
(d)
meningkatkan alokasi program kementerian negara/lembaga untuk peningkatan
produksi pangan, infrastruktur dan energi alternatif;
(e) pengurangan subsidi BBM melalui efisiensi
di PT Pertamina dan PT PLN; serta
(f) melanjutkan rehabilitasi dan
rekonstruksi daerah-daerah pascabencana alam.
Selanjutnya,
APBN juga diarahkan untuk melaksanakan amanat konstitusi dalam
rangka memenuhi
hak warga negara atas:
(a) pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan;
(b)
hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan; dan
(c)
jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat, dan mendapat
pendidikan yang layak.
Di samping itu,
keseimbangan pembangunan, termasuk di dalamnya penganggaran, perlu tetap harus
dijaga agar dapat mencapai prioritas-prioritas perbaikan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan dan pelaksanaan tugas kenegaraan yang telah
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Selanjutnya, sesuai
dengan amanat UUD 1945 Amendemen Keempat, negara memprioritaskan APBN dan APBD
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dengan
mengalokasikan sekurangkurangnya 20,0% (dua puluh koma nol persen) dari APBN
dan APBD untuk pendidikan nasional. Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20,0%
(dua puluh koma nol persen) tersebut di samping untuk memenuhi amanat Pasal 31
Ayat (4) UUD 1945 Amendemen Keempat, juga dalam rangka memenuhi Putusan
Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI/2008. Menurut
putusan Mahkamah Konstitusi, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi kewajiban
konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 20,0% (dua
puluh koma nol persen) untuk pendidikan. Selain itu, Pemerintah dan DPR
memprioritaskan pengalokasian anggaran pendidikan 20,0% (dua puluh koma nol
persen) dari APBN Tahun Anggaran 2010 agar UU APBN Tahun Anggaran 2010 yang
memuat anggaran pendidikan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan
sejalan dengan amanat UUD 1945 Amendemen Keempat.
Hal tersebut
harus diwujudkan dengan sungguh-sungguh, agar Mahkamah Konstitusi tidak
menyatakan bahwa keseluruhan APBN yang tercantum dalam UU APBN Tahun Anggaran
2010 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat yang disebabkan oleh adanya bagian
dari UU APBN, yaitu mengenai anggaran pendidikan yang bertentangan dengan UUD 1945
Amendemen Keempat. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, maka
penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada daerah secara
nyata dan bertanggung jawab juga diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan
pemanfaatan sumber daya nasional secara proporsional, demokratis, adil dan
transparan, dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah melalui
reformulasi kebijakan dana perimbangan dan kebijakan lain terkait dengan
transfer ke daerah. Sejalan dengan hal tersebut, penerapan kebijakan transfer
ke daerah dalam tahun 2010 ditujukan untuk:
(a) terus melaksanakan desentralisasi
fiskal untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah secara konsisten;
(b) mengurangi kesenjangan fiskal antara
Pemerintah Pusat dan daerah serta antardaerah;
(c) mengurangi kesenjangan dan perbaikan
pelayanan publik di daerah; dan
(d) mengalihkan secara bertahap sebagian
anggaran kementerian negara/lembaga yang digunakan untuk mendanai kegiatan yang
sudah menjadi urusan daerah ke DAK.
Selanjutnya,
untuk memenuhi kebutuhan belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah
tersebut, diperlukan sumber-sumber pendapatan negara dan pembiayaan anggaran.
Beberapa faktor yang mempengaruhi besaran pendapatan negara dalam APBN Tahun
Anggaran 2010, baik penerimaan perpajakan maupun PNBP, yaitu kondisi ekonomi
makro, realisasi pendapatan pada tahun sebelumnya, kebijakan yang dilakukan
dalam bidang tarif, subjek dan objek pengenaan, perbaikan dan efektivitas
administrasi pemungutan, serta reformasi di bidang perpajakan.
Terdapat
beberapa hal yang cukup signifikan pengaruhnya pada perhitungan target
pendapatan tahun 2010, yaitu adanya amendemen Undang-Undang PPh dan
Undang-Undang PPN. Amendemen Undang-Undang tersebut meliputi Undang-Undang PPN,
peningkatan PTKP sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen), serta penurunan
tarif PPh Orang Pribadi dan Badan yang diperkirakan akan memberikan dampak pada
penurunan penerimaan perpajakan (tax potential loss).
Langkah-langkah
kebijakan perpajakan yang diambil dalam tahun 2010 antara lain:
(a) ekstensifikasi seperti penambahan subyek
pajak orang pribadi, pemajakan surplus BI;
(b)
intensifikasi seperti mapping dan
benchmarking pemantapan profile seluruh wajib pajak, pembuatan profile high
rise building, dan pengawasan intensif wajib pajak orang pribadi potensial;
(c)
kegiatan–kegiatan pasca sunset
policy seperti enforcement melalui penagihan, pemeriksaan dan penyidikan dan
juga pembinaan melalui tax education (WP baru), maintenance, serta pelayanan;
(d) penurunan tarif bea masuk (rata-rata
tertimbang); dan
(e) penyesuaian tarif bea keluar berdasarkan
perkembangan harga CPO internasional.
Sementara itu,
kebijakan dan langkah-langkah yang akan ditempuh Pemerintah dalam mencapai
target PNBP tahun 2010 meliputi:
(1) mengoptimalkan penerimaan dari sektor
migas melalui peningkatan produksi/lifting minyak mentah dan efisiensi dalam
cost recovery;
(2) meningkatkan produksi komoditas tambang
dan mineral serta perbaikan peraturan di sektor pertambangan;
(3) menggali potensi penerimaan di sektor kehutanan
dengan tetap mempertimbangkan program kelestarian lingkungan hidup;
(4) mengoptimalkan deviden BUMN dengan tetap
mempertimbangkan peningkatan efisiensi dan kinerja BUMN melalui optimalisasi
investasi (capital expenditure); dan
(5) meningkatkan kinerja pelayanan dan
administrasi pada PNBP K/L.
Di lain pihak,
optimalisasi penerimaan hibah akan dilakukan, antara lain melalui pemantauan
(monitoring) pencairan atas komitmen para donor dalam rangka hibah, khususnya
untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang terkena musibah bencana
serta reevaluasi peraturanperaturan tentang tata cara pengadaan/pengelolaan
hibah sehingga seluruh pengelolaan hibah memiliki arah yang lebih jelas dan
tercatat dalam perhitungan APBN.
Selanjutnya,
kebijakan umum pembiayaan anggaran, antara lain dititikberatkan pada penetapan
sasaran surplus/defisit anggaran berdasarkan proyeksi penerimaan negara maupun
rencana alokasi belanja negara.Berdasarkan proyeksi dan berbagai langkah
kebijakan di atas, dalam APBN Tahun Anggaran 2010 diperkirakan masih terdapat
defisit anggaran. Sebagian besar defisit tersebut akan dibiayai dari surat berharga negara
(SBN) dan pinjaman luar negeri. Untuk menutupi defisit tersebut, dilakukan
dengan cara mengedepankan prinsip-prinsip kemandirian dalam pembiayaan
anggaran, dengan lebih memprioritaskan pendanaan yang tersedia, dengan
memperhitungkan biaya dan risiko yang diupayakan serendah mungkin yang
bersumber dari dalam negeri.
Terkait hal
tersebut, strategi pembiayaan anggaran harus dilakukan secara hati-hati agar
sumber-sumber pembiayaan anggaran tersebut dapat digunakan seoptimal mungkin
guna menghindari terjadinya beban fiskal di masa mendatang yang berpotensi
mengganggu kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Selain itu, strategi
pembiayaan anggaran harus diimplementasikan secara terkoordinasi agar dapat
tercapai pengelolaan fiskal secara prudent, kebijakan moneter yang kredibel,
pengelolaan utang yang sehat, dan pengelolaan kas yang efisien.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penerimaan
perpajakan sebesar Rp742.738.045.000.000,00 (tujuh ratus empat puluh dua
triliun tujuh ratus tiga puluh delapan miliar empat puluh lima juta rupiah)
terdiri atas:
(dalam
rupiah)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
411 Pendapatan pajak dalam negeri 715.534.543.000.000,00
4111 Pendapatan
pajak
penghasilan (PPh) 350.957.982.000.000,00
41111 Pendapatan PPh
migas 47.023.410.000.000,00
411111 Pendapatan
PPh
minyak bumi 18.138.110.000.000,00
411112
Pendapatan
PPh gas alam 28.885.300.000.000,00
41112 Pendapatan PPh nonmigas 303.170.849.000.000,00
411121
Pendapatan
PPh Pasal 21 61.573.357.000.000,00
411122
Pendapatan
PPh Pasal 225.893.812.000.000,00
411123
Pendapatan
PPh Pasal 22 impor 29.834.213.000.000,00
411124
Pendapatan
PPh Pasal 23 21.517.191.000.000,00
411125
Pendapatan
PPh Pasal 25/29
orang pribadi 4.295.864.000.000,00
411126
Pendapatan
PPh Pasal 25/29
badan 132.383.494.000.000,00
411127
Pendapatan
PPh Pasal
26 17.715.756.000.000,00
411128
Pendapatan
PPh final
29.957.162.000.000,00
41113 Pendapatan PPh fiskal
763.723.000.000,00
411131 Pendapatan
PPh fiskal
luar negeri 763.723.000.000,00
4112 Pendapatan
pajak pertambahan
nilai dan pajak penjualan
atas barang mewah 269.537.049.000.000,00
4113 Pendapatan
pajak bumi dan bangunan 26.506.421.000.000,00
4114 Pendapatan
BPHTB 7.392.899.000.000,00
4115 Pendapatan
Cukai 57.289.169.000.000,00
41151 Pendapatan Cukai 57.289.169.000.000,00
411511 Pendapatan Cukai
Hasil Tembakau 55.926.553.000.000,00
411512 Pendapatan Cukai
Ethyl Alkohol 520.196.000.000,00
411513 Pendapatan Cukai Minuman
Mengandung Ethyl Alkohol 842.420.000.000,00
4116 Pendapatan pajak lainnya 3.851.023.000.000,00
412 Pendapatan
pajak perdagangan
internasional 27.203.502.000.000,00
4121 Pendapatan bea masuk 19.569.865.000.000,00
4122 Pendapatan bea keluar 7.633.637.000.000,00
--------------------------------------------------------------
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Sambil menunggu
dilakukannya perubahan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia
Urusan Piutang Negara, dan dalam rangka mempercepat penyelesaian piutang
bermasalah pada BUMN di bidang usaha perbankan, dapat dilakukan pengurusan
piutangnya melalui mekanisme pengelolaan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perseroan terbatas. Sedangkan terkait dengan
pemberian kewenangan kepada RUPS, penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di
bidang usaha perbankan didasarkan pada ketentuan perundang-undangan di bidang
badan usaha milik negara.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Pemberian
margin kepada PT.PLN (Persero) tahun anggaran 2009 ditetapkan sebesar 5% (lima persen).
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Ayat (13)
Penerimaan
negara bukan pajak sebesar Rp205.411.304.114.000,00 (dua ratus lima triliun empat ratus sebelas
miliar tiga ratus empat juta seratus empat belas ribu rupiah) terdiri atas:
(dalam
rupiah)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
421 Penerimaan sumber daya alam 132.030.206.894.000,00
4211 Pendapatan
minyak bumi 89.226.510.000.000,00
42111 Pendapatan minyak
bumi 89.226.510.000.000,00
4212 Pendapatan
gas bumi 31.303.240.000.000,00
42121 Pendapatan gas bumi 31.303.240.000.000,00
4213 Pendapatan
pertambangan
umum 8.231.620.894.000,00
421311 Pendapatan iuran
tetap 117.583.611.000,00
421312 Pendapatan
royalti 8.114.037.283.000,00
4214 Pendapatan
kehutanan 2.874.416.000.000,00
42141 Pendapatan dana reboisasi 1.631.650.000.000,00
42142 Pendapatan provisi
sumber daya hutan 1.123.025.000.000,00
42143 Pendapatan IIUPH 19.741.000.000,00
421431 Pendapatan IIUPH
tanaman industri 741.000.000,00
421434 Pendapatan IUIPH
hutan alam 19.000.000.000,00
42144 Pendapatan penggunaan
kawasan hutan
100.000.000.000,00
421441 Pendapatan penggunaan
kawasan hutan untuk
kepentingan
pembangunan di luar
kegiatan kehutanan 100.000.000.000,00
4215 Pendapatan perikanan 150.000.000.000,00
421511 Pendapatan
perikanan 150.000.000.000,00
4216 Pendapatan pertambangan panas
bumi 244.420.000.000,00
421611 Pendapatan pertambangan
panas bumi 244.420.000.000,00
422 Pendapatan Bagian Laba BUMN 24.000.000.000.000,00
4221
Bagian Pemerintah atas laba BUMN 24.000.000.000.000,00
423 Pendapatan PNBP Lainnya 39.894.220.171.000,00
4231Pendapatan
penjualan dan sewa 13.949.497.483.000,00
42311 Pendapatan penjualan
hasil
produksi/sitaan 6.971.514.760.000,00
423111 Pendapatan penjualan
hasil pertanian,
kehutanan, dan
perkebunan 4.789.531.000,00
423112 Pendapatan penjualan
hasil peternakan
dan perikanan 19.301.289.000,00
423113 Pendapatan penjualan
hasil tambang 6.861.420.375.000,00
423114 Pendapatan penjualan
hasil sitaan/
rampasan dan harta
peninggalan 22.620.558.000,00
423115 Pendapatan penjualan
obat-obatan dan
hasil farmasi lainnya 12.428.725.000,00
423116 Pendapatan penjualan
informasi, penerbitan,
film, survei, pemetaan
dan hasil cetakan
lainnya 47.330.848.000,00
423117 Penjualan
dokumen-
dokumen pelelangan
422.755.000,00
423119 Pendapatan penjualan
lainnya
3.200.679.000,00
42312 Pendapatan penjualan aset 44.195.477.000,00
423121 Pendapatan penjualan
rumah,
gedung,
bangunan,dan
tanah 323.813.000,00
423122 Pendapatan penjualan
kendaraan
bermotor 1.288.763.000,00
423123 Pendapatan penjualan
sewa
beli 40.628.701.000,00
423129 Pendapatan penjualan
aset
lainnya
yang
berlebih/rusak
/dihapuskan 1.954.200.000,00
42313 Pendapatan penjualan
dari
kegiatan
hulu migas 6.840.930.000.000,00
423132 Pendapatan minyak
mentah
DMO
6.840.930.000.000,00
42314 Pendapatan sewa 92.857.246.000,00
423141 Pendapatan sewa
rumah
dinas/
rumah
negeri 33.919.110.000,00
423142 Pendapatan sewa
gedung,
bangunan,
dan
gudang 44.457.438.000,00
423143 Pendapatan sewa
benda-benda
bergerak 4.385.814.000,00
423149 Pendapatan sewa
benda-benda
tak
bergerak lainnya 10.094.884.000,00
4232 pendapatan jasa 19.501.461.817.000,00
42321 Pendapatan
jasa I 13.303.063.042.000,00
423211 Pendapatan rumah
sakit
dan instansi
kesehatan
lainnya 75.603.726.000,00
423212 Pendapatan tempat
hiburan/taman/ museum
dan
pungutan usaha
pariwisata
alam (PUPA) 14.431.240.000,00
423213 Pendapatan surat
keterangan,
visa,
paspor,SIM,
STNK,
dan
BPKB 1.281.211.064.000,00
423214 Pendapatan hak dan
perizinan 8.636.457.549.000,00
423215 Pendapatan sensor/
karantina,
pengawasan
/pemeriksaan
90.661.422.000,00
423216 Pendapatan jasa
tenaga,
pekerjaan,
informasi,
pelatihan,
teknologi,pendapatan
BPN,
pendapatan DJBC
(jasa
pekerjaan
dari
cukai) 2.400.098.424.000,00
423217 Pendapatan jasa Kantor
Urusan
Agama 80.365.500.000,00
423218 Pendapatan jasa bandar
udara,kepelabuhanan,
dan
kenavigasian 724.234.117.000,00
42322 Pendapatan
jasa II 780.122.266.000,00
423221 Pendapatan jasa
lembaga
keuangan
(jasa
giro) 76.130.052.000,00
423222 Pendapatan jasa
penyelenggaraan
telekomunikasi 580.963.233.000,00
423225 Pendapatan biaya
penagihan
pajak-pajak
negara
dengan
surat paksa 4.026.275.000,00
423226 Pendapatan uang
pewargenegaraan
3.500.000.000,00
423227 Pendapatan bea lelang 44.047.706.000,00
423228 Pendapatan biaya
pengurusan
piutang
dan
lelang negara 67.705.000.000,00
423229 Pendapatan registrasi
dokter
dan
dokter
gigi 3.750.000.000,00
42323 Pendapatan
jasa luar negeri 399.007.610.000,00
423231 Pendapatan dari
pemberian
surat
perjalanan
Republik
Indonesia 103.245.960.000,00
423232 Pendapatan dari jasa
pengurusan
dokumen
konsuler 289.750.400.000,00
423239 Pendapatan rutin
lainnya
dari
luar negeri 6.011.250.000,00
42324 Pendapatan
layanan jasa perbankan 770.000,00
423241 Pendapatan layanan
jasa
perbankan 770.000,00
42325 Pendapatan
atas pengelolaan
rekening
tunggal
Perbendaharaan
(treasury
single account/TSA)
dan/atau
atas penempatan
uang negara 3.008.103.524.000,00
423251 Pendapatan lainnya
dalam
rangka
TSA 8.103.524.000,00
423254 Pendapatan dari
penempatan
uang
Negara
3.000.000.000.000,00
42326 Pendapatan
jasa kepolisian 1.988.623.375.000,00
423261 Pendapatan surat
izin
mengemudi
(SIM) 754.875.000.000,00
423262 Pendapatan surat
tanda
nomor
kendaraan
(STNK) 425.000.000.000,00
423263 Pendapatan surat
tanda
coba
kendaraan
(STCK) 367.500.000,00
423264 Pendapatan
buku
pemiliki
kendaraan
bermotor
(BPKB) 567.700.000.000,00
423265 Pendapatan tanda
nomor
kendaraan
bermotor
(TNKB) 214.000.000.000,00
423266 Pendapatan tes
klinik
pengemudi
(Klipeng) 25.000.000.000,00
423267 Pendapatan pemberian
izin
senjata
api
(Senpi) 1.680.875.000,00
42329 Pendapatan
jasa lainnya 22.541.230.000,00
423291 Pendapatan
jasa
lainnya 22.541.230.000,00
4233 Pendapatan bunga 1.674.741.000.000,00
42331 Pendapatan
bunga 1.674.741.000.000,00
423313 Pendapatan bunga
dari
piutang
dan
penerusan pinjaman 1.674.740.000.000,00
423319 Pendapatan
bunga
lainnya 1.000.000,00
4234 Pendapatan kejaksaan dan peradilan 27.645.342.000,00
42341 Pendapatan
kejaksaan
dan
peradilan 27.645.342.000,00
423411 Pendapatan
legalisasi
tanda tangan 450.000.000,00
423412 Pendapatan pengesahan
surat di
bawah
tangan 150.000.000,00
423413 Pendapatan uang
meja
(leges) dan
upah
pada panitera
badan
pengadilan
(peradilan) 150.000.000,00
423414 Pendapatan hasil
denda/tilang
dan
sebagainya 19.012.000.000,00
423415 Pendapatan ongkos
perkara 7.635.842.000,00
423419 Pendapatan kejaksaan
dan
peradilan
lainnya 247.500.000,00
4235 Pendapatan pendidikan
4.150.842.462.000,00
42351 Pendapatan
pendidikan 4.150.842.462.000,00
423511 Pendapatan uang
pendidikan 3.292.090.864.000,00
423512 Pendapatan uang
ujian
masuk,
kenaikan
tingkat
dan
akhir pendidikan 79.682.052.000,00
423513 Pendapatan uang
ujian
untuk
menjalankan
praktik 32.712.544.000,00
423519 Pendapatan pendidikan
lainnya 746.357.002.000,00
4236 Pendapatan gratifikasi dan
uang sitaan hasil korupsi 49.020.000.000,00
42361 Pendapatan
gratifikasi
dan uang
sitaan
hasil
korupsi
49.020.000.000,00
423611 Pendapatan uang
sitaan
hasil korupsi
yang
telah ditetapkan
pengadilan 8.224.800.000,00
423612 Pendapatan gratifikasi
yang
ditetapkan
KPK
menjadi
milik
negara 2.000.000.000,00
423614 Pendapatan uang
pengganti
tindak pidana
korupsi
yang ditetapkan
di
pengadilan 38.795.200.000,00
4237 Pendapatan iuran dan denda 526.796.886.000,00
42371 Pendapatan
iuran badan usaha 473.300.830.000,00
423711 Pendapatan iuran
badan
usaha dari
kegiatan
penyediaan
dan
pendistribusian
BBM 345.385.414.000,00
423712 Pendapatan iuran
badan
usaha dari
kegiatan
usaha
pengangkutan
gas bumi
melalui
pipa 87.915.416.000,00
423713 Iuran badan usaha
di
bidang pasar modal
dan
lembaga keuangan 40.000.000.000,00
42372 Pendapatan
dana
pengamanan
hutan 16.638.431.000,00
423721 Pendapatan dana
pengamanan
hutan 16.638.431.000,00
42373 Pendapatan
dari
perlindungan
hutan dan
konservasi alam
34.524.511.000,00
423731 Pendapatan iuran
menangkap/mengambil/
mengangkut
satwa
liar/mengambil/
mengangkut
tumbuhan
alam
hidup
atau
mati 7.150.000.000,00
423732 Pungutan izin
pengusahaan
pariwisata
alam
(PIPPA) 1.056.374.000,00
423735 Pungutan masuk objek
wisata
alam 25.680.137.000,00
423736 Iuran hasil usaha
pengusahaan
pariwisata
alam
(IHUPA) 638.000.000,00
42375 Pendapatan
denda 2.333.114.000,00
423752 Pendapatan denda
keterlambatan
penyelesaian
pekerjaan
Pemerintah 2.333.114.000,00
4239 Pendapatan lain-lain 14.215.181.000,00
42391 Pendapatan
dari
penerimaan
kembali tahun
anggaran
yang lalu 8.355.130.000,00
423911 Penerimaan kembali
belanja
pegawai pusat
TAYL 2.414.521.000,00
423912 Penerimaan kembali
belanja
pensiun
TAYL 6.167.000,00
423913 Penerimaan kembali
belanja
lainnya
rupiah
murni TAYL 3.664.416.000,00
423914 Penerimaan kembali
belanja
lain pinjaman
luar
negeri TAYL 3.000.000,00
423915 Penerimaan kembali
belanja
lain hibah
TAYL 2.000.000,00
423919 Penerimaan kembali
balanja
lainnya TAYL 2.265.026.000,00
42392 Pendapatan
pelunasan piutang 2.917.202.000,00
423921 Pendapatan pelunasan
piutang
non
bendahara 45.590.000,00
423922 Pendapatan pelunasan
ganti
rugi atas
kerugian
yang diderita
oleh
negara
(masuk
TP/TGR)
bendahara 2.871.612.000,00
42399 Pendapatan
lain-lain 2.942.849.000,00
423991 Penerimaan kembali
persekot/uang
muka
gaji 1.630.133.000,00
423999 Pendapatan anggaran
lain-lain 1.312.716.000,00
424 Pendapatan
badan layanan umum 9.486.877.049.000,00
4241 Pendapatan jasa layanan umum
8.734.592.860.000,00
42411 Pendapatan penyediaan
barang dan
jasa kepada
masyarakat 8.215.786.529.000,00
424111 Pendapatan jasa
pelayanan
rumah
sakit 3.613.150.998.000,00
424112 Pendapatan jasa
pelayanan
pendidikan 2.932.996.003.000,00
424113 Pendapatan jasa
pelayanan
tenaga,
pekerjaan,
informasi,
pelatihan
dan
teknologi 45.404.497.000,00
*20782
424114 Pendapatan jasa
pencetakan 2.845.790.000,00
424115 Pendapatan jasa
bandar
udara,
kepelabuhan,
dan
kenavigasian 0
424116 Pendapatan jasa
penyelenggaraan
telekomunikasi
1.433.103.837.000,00
424117 Pendapatan jasa
pelayanan
pemasaran 3.500.000.000,00
424119 Pendapatan jasa
penyediaan
barang
dan
jasa lainnya 184.785.404.000,00
42412 Pendapatan
dari pengelolaan
wilayah/kawasan
tertentu 158.482.305.000,00
424123 pendapatan
pengelolaan
fasilitas
umum
milik Pemerintah 27.600.000,00
424129 Pendapatan pengelolaan
kawasan
lainnya 158.454.705.000,00
42413 Pengelolaan
dana khusus
untuk
masyarakat
360.324.026.000,00
424133 pendapatan Program
modal
ventura
3.437.496.000,00
424134 Pendapatan program
dana
bergulir
sektoral 47.030.126.000,00
424135 Pendapatan program
dana
bergulir syariah 2.501.353.000,00
424136 Pendapatan investasi 304.942.751.000,00
424139 Pendapatan pengelolaan
dana
khusus lainnya 2.412.300.000,00
4242 Pendapatan hibah badan layanan umum
102.868.085.000,00
42421 Pendapatan
hibah terkait 101.768.085.000,00
424211 Pendapatan hibah
terikat
dalam
negeri
perorangan 351.750.000,00
424212 Pendapatan hibah
terikat
dalam negeri
lembaga/badan
usaha
19.296.335.000,00
424213 Pendapatan hibah
terikat
dalam
negeri
pemda 4.000.000.000,00
424216 Pendapatan hibah
terikat
luar
negeri-negara
78.120.000.000,00
42422 Pendapatan
hibah tidak terkait 1.100.000.000,00
424221 Pendapatan hibah
tidak
terikat dalam
negeri
perorangan 75.000.000,00
424229 Pendapatan hibah
tidak terikat
lainnya 1.025.000.000,00
4243 Pendapatan hasil kerja sama BLU 520.282.927.000,00
42431 Pendapatan
hasil
kerja sama
BLU 520.282.927.000,00
424311 Pendapatan hasil
kerja
perorangan 4.782.600.000,00
424312 Pendapatan hasil
kerja
sama
lembaga/badan
usaha 513.000.327.000,00
424313 Pendapatan hasil
kerja
sama
pemerintah
daerah 2.500.000.000,00
4249 Pendapatan BLU Lainnya 129.133.177.000,00
42491 Pendapatan
BLU Lainnya 1 29.133.177.000,00
424911 Pendapatan jasa
layanan
perbankan
BLU 129.133.177.000,0
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Belanja Pemerintah Pusat
menurut jenis belanja sebesar Rp725.243.010.910.000,00
(tujuh ratus dua
puluh lima
triliun dua ratus empat puluh tiga miliar sepuluh juta sembilan ratus sepuluh
ribu rupiah), termasuk hibah Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah sebesar
Rp7.100.000.000.000,00 (tujuh triliun seratus miliar rupiah), yang diberikan
kepada daerah tertentu dengan kriteria tertentu.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kebijakan penghematan BBM bersubsidi antara lain
melalui:
(a) penerapan secara bertahap sistem
pendistribusian BBM bersubsidi
dengan
pola tertutup;
(b)
melanjutkan program pengalihan
penggunaan minyak tanah ke LPG tabung 3 (tiga) Kg; dan
(c) Peningkatan pengawasan pendistribusian
BBM bersubsidi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Tarif
yang bertujuan untuk mendorong penghematan tenaga listrik, antara lain daya max
plus. Sedangkan pelayanan khusus adalah kesepakatan tingkat layanan tertentu
antara PT PLN (Persero) dengan pelanggan.
Huruf d
Pemerintah
yang dimaksud pada ayat ini adalah Menteri yang bidang tugasnya bertanggung
jawab di bidang energi, sedangkan DPR
RI adalah komisi yang membidangi
energi.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Anggaran
belanja stimulus fiskal tahun 2009 adalah sebesar Rp12.200.000.000.000,00 (dua
belas triliun dua ratus miliar rupiah), yang terdiri atas:
a. Tambahan anggaran stimulus fiskal yang
dialokasikan untuk kementerian negara/lembaga sebesar Rp10.945.000.000.000,00
(sepuluh triliun sembilan ratus empat puluh lima miliar rupiah),
b.
Subsidi sebesar
Rp755.000.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh lima miliar rupiah),
c. Penyertaan modal negara sebesar
Rp500.000.000.000,00 (lima
ratus miliar rupiah).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Yang
dimaksud dengan "hasil optimalisasi" adalah hasil lebih atau sisa
dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari
suatu kegiatan yang target sasarannya telah dicapai. Hasil lebih atau sisa dana
tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk meningkatkan sasaran ataupun untuk
kegiatan lainnya dalam program yang sama.
Huruf b
Yang
dimaksud dengan "perubahan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP)" adalah kelebihan realisasi penerimaan dari
target yang direncanakan dalam APBN. Peningkatan penerimaan tersebut
selanjutnya dapat digunakan oleh kementerian negara/lembaga penghasil sesuai
dengan ketentuan izin penggunaan yang berlaku.
Huruf c
Yang
dimaksud dengan "perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri
(PHLN)" adalah peningkatan pagu PHLN sebagai akibat adanya luncuran pinjaman
proyek dan hibah luar negeri yang bersifat multi years dan/atau percepatan
penarikan pinjaman yang sudah disetujui dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan
pinjaman luar negeri.
Perubahan
pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) tersebut termasuk (a) hibah luar
negeri dan hibah yang diterushibahkan yang diterima setelah APBN 2010
ditetapkan, (b) penerusan pinjaman, dan (c) pinjaman yang diterushibahkan.
Akan
tetapi, perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) tersebut tidak
termasuk pinjaman proyek baru dan penerusan pinjaman baru yang belum
dialokasikan dalam APBN 2010 serta pinjaman luar negeri yang bersumber dari
pinjaman komersial dan fasilitas kredit ekspor, yang bukan merupakan kelanjutan
multi years project.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang
dimaksud dengan "dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN Perubahan"
adalah melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran belanja Pemerintah
Pusat yang dilakukan sebelum APBN Perubahan 2010 kepada DPR. Sedangkan yang
dimaksud dengan "dilaporkan pelaksanaannya dalam laporan keuangan
Pemerintah Pusat" adalah melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran
belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan sepanjang tahun 2010 setelah APBN Perubahan
2010 kepada DPR.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Dalam
rangka perhitungan DAU Tahun Anggaran 2010, Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto
merupakan hasil perhitungan antara pendapatan dalam negeri yang merupakan hasil
penjumlahan dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak,
dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah yaitu dana
bagi hasil (DBH), anggaran belanja yang sifatnya diarahkan (earmarked) berupa
belanja PNBP Kementerian Negara/Lembaga, subsidi pajak, serta beberapa subsidi
lainnya yang terdiri atas subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi pupuk, subsidi
pangan, dan subsidi benih yang dihitung berdasarkan bobot/persentase tertentu.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Dana
perimbangan sebesar Rp306.023.418.400.000,00 (tiga ratus enam triliun dua puluh
tiga miliar empat ratus delapan belas juta empat ratus ribu rupiah), terdiri
atas:
(dalam rupiah)
1. Dana Bagi Hasil (DBH) 81.404.801.400.000,00
a. DBH
Pajak 46.921.445.900.000,00
(1) DBH Pajak Penghasilan
3.173.844.200.000,00
- Pajak penghasilan
Pasal
21 12.314.671.400.000,00
- Pajak penghasilan
Pasal
25/29 orang
pribadi 859.172.800.000,00
(2) DBH Pajak Bumi dan
Bangunan 25.236.171.600.000,00
(3) DBH Bea Perolehan Hak
atas Tanah
dan Bangunan 7.392.899.000.000,00
(4) DBH Cukai
1.118.531.100.000,00
b. DBH
Sumber Daya Alam 34.483.355.500.000,00
*20788 (1) DBH SDA Migas 26.015.650.000.000,00
- DBH minyak bumi 14.078.470.000.000,00
- DBH SDA gas bumi 9.937.180.000.000,00
- Sebagian kurang bayar
DBH
migas tahun 2008 2.000.000.000.000,00
(2) DBH SDA Pertambangan Umum 6.585.296.700.000,00
- Iuran Tetap 94.066.900.000,00
- Royalti
6.491.229.800.000,00
(3) DBH SDA Kehutanan 1.566.872.800.000,00
- Provisi Sumber
Daya
Hutan 898.420.000.000,00
- Iuran Izin Usaha
Pemanfaatan
Hutan 15.792.800.000,00
- Dana Reboisasi 652.660.000.000,00
(4) DBH SDA Perikanan 120.000.000.000,00
(5) DBH Pertambangan Panas Bumi 95.536.000.000,00
2. Dana Alokasi Umum (DAU) 203.485.234.500.000,00
a. DAU
Murni 192.490.342.000.000,00
b. DAU
Tambahan untuk tunjangan
profesi guru 10.994.892.500.000,00
3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
21.133.382.500.000,00
Pasal 19
Ayat (1)
a. Terhadap daerah yang mengalami koreksi
luas wilayah yang signifikan dan yang mengalami dampak pemekaran, diberikan
dana penyeimbang untuk menjaga kesinambungan dan stabilitas fiskal daerah.
b. Agar selanjutnya dilakukan revisi atas
undang-undang pembentukan daerahnya untuk mengoreksi luas wilayah sesuai dengan
kondisi riil yang ada.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dana
otonomi khusus sebesar Rp9.099.613.680.000,00 (sembilan triliun sembilan puluh
sembilan miliar enam ratus tiga belas juta enam ratus delapan puluh ribu
rupiah) terdiri atas:
1. Alokasi dana otonomi khusus Papua dan
Papua Barat sebesar Rp3.849.806.840.000,00 (tiga triliun delapan ratus empat
puluh sembilan miliar delapan ratus enam juta delapan ratus empat puluh ribu
rupiah) yang disepakati untuk dibagi masing-masing dengan proporsi 70 persen
untuk Papua dan 30 persen untuk Papua Barat dengan rincian sebagai berikut:
a. Dana otonomi khusus Provinsi Papua
sebesar Rp2.694.864.788.000,00 (dua triliun enam ratus sembilan puluh empat
miliar delapan ratus enam puluh empat juta tujuh ratus delapan puluh delapan
ribu rupiah).
b. Dana otonomi khusus Provinsi Papua
Barat sebesar Rp1.154.942.052.000,00 (satu triliun seratus lima
puluh empat miliar sembilan ratus empat puluh dua juta lima puluh dua ribu rupiah). Penggunaan dana
otonomi khusus Papua dan Papua Barat diutamakan untuk pendanaan pendidikan dan
kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan
Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi Undang-undang. Dana
otonomi khusus Provinsi Papua tersebut dibagikan kepada Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat, yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu
dana alokasi umum (DAU) secara nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun
2002. Pengelolaan dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat dimaksud tetap
mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.
2. Alokasi dana otonomi khusus Aceh
sebesar Rp3.849.806.840.000,00 (tiga triliun delapan ratus empat puluh sembilan
miliar delapan ratus enam juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah). Dana
otonomi khusus Aceh diarahkan penggunaannya untuk mendanai pembangunan dan
pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan
kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, berlaku untuk
jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun
pertama sampai dengan tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen
dari pagu dana alokasi umum (DAU) secara nasional, dan untuk tahun keenam belas
sampai tahun kedua puluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dari pagu dana
alokasi umum (DAU) secara nasional. Dana otonomi khusus NAD direncanakan,
dilaksanakan, serta dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Provinsi NAD dan
merupakan bagian yang utuh dari anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA).
Perencanaan sebagian besar dari penggunaan dana otonomi khusus tersebut
direncanakan bersama oleh Pemerintah Provinsi NAD dengan masingmasing
pemerintah kabupaten/kota dalam Pemerintah Provinsi NAD serta merupakan
lampiran dari APBA.
3. Dana tambahan infrastruktur dalam
rangka otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebesar
Rp1.400.000.000.000,00 (satu trilun empat ratus miliar rupiah), terutama
ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua menjadi Undang-Undang. Dana tambahan infrastruktur tersebut
diperuntukkan bagi Provinsi Papua sebesar Rp800.000.000.000,00 (delapan ratus
miliar rupiah) dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp600.000.000.000,00 (enam
ratus miliar rupiah). Pencairan dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua
Barat tahun anggaran 2010 sebesar Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar
rupiah) tersebut dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan penyerapan
dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2009, yang
diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan.
Ayat (3)
Dana
penyesuaian sebesar Rp7.300.000.000.000,00 (tujuh triliun tiga ratus miliar
rupiah) terdiri atas:
a. Dana tambahan tunjangan guru PNSD
sebesar Rp5.800.000.000.000,00 (lima
triliun delapan ratus miliar rupiah).
b. Dana insentif bagi daerah sebesar
Rp1.387.800.000.000,00 (satu triliun tiga ratus delapan puluh tujuh miliar
delapan ratus juta rupiah).
c. Kurang bayar DAK 2008 sebesar
Rp80.200.000.000,00 (delapan puluh miliar dua ratus juta rupiah).
d. Kurang bayar DISP 2008 sebesar
Rp32.000.000.000,00 (tiga puluh dua miliar rupiah).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang
dimaksud dengan kriteria tertentu adalah: Daerah yang berprestasi yaitu antara
lain:
- daerah yang telah melaksanakan fungsi
pelayanan kepada masyarakat mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atau
wajar dengan pengecualian (WDP) dari BPK atas laporan keuangan pemerintah
daerahnya.
- menyampaikan Perda APBD secara tepat
waktu.
Pasal 21
Ayat (1)
Anggaran
pendidikan sebesar Rp209.537.587.275.000,00 (dua ratus sembilan triliun lima ratus tiga puluh tujuh miliar lima
ratus delapan puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah), terdiri atas:
(dalam
rupiah)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1.Anggaran
Pendidikan melalui Belanja
Pemerintah Pusat 3.170.009.475.000,00
(1) Departemen
Pendidikan Nasional 54.704.324.253.000,00
(2) Departemen
Agama 23.663.565.732.000,00
(3) Kementerian
Negara/Lembaga
lainnya 4.802.119.490.000,00
2.Anggaran
Pendidikan melalui Transfer
ke Daerah 126.367.577.800.000,00
(1) DBH
Pendidikan 617.048.800.000,00
(2) DAK
Pendidikan 9.334.882.000.000,00
(3) DAU
Pendidikan 95.923.070.400.000,00
(4) Tambahan
Tunjangan Guru PNSD 5.800.000.000.000,00
(5) DAU
Tambahan untuk Tunjangan
Profesi Guru 10.994.892.500.000,00
(6) Dana
Insentif Daerah 1.387.800.000.000,00
(7)Dana Otonomi Khusus
Pendidikan 2.309.884.100.000,00
-----------------------------------------------------------------
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembiayaan
defisit anggaran sebesar Rp98.009.927.876.000,00 (sembilan puluh delapan
triliun sembilan miliar sembilan ratus dua puluh tujuh juta delapan ratus tujuh
puluh enam ribu rupiah) terdiri atas:
1. Pembiayaan dalam negeri sebesar
Rp107.891.435.453.000,00 (seratus tujuh triliun delapan ratus sembilan puluh
satu miliar empat ratus tiga puluh lima juta
empat ratus lima
puluh tiga ribu rupiah) terdiri atas:
(dalam
rupiah)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
a. Perbankan
dalam negeri 7.129.150.000.000,00
(1) Rekening dana investasi 5.504.150.000.000,00
(2) Rekening Pembangunan Hutan 625.000.000.000,00
(3) SAL 1.000.000.000.000,00
b. Nonperbankan
dalam negeri 100.762.285.453.000,00
(1) Privatisasi -
(2) Hasil pengelolaan aset 1.200.000.000.000,00
(3) Surat
berharga negara (neto)
104.429.085.453.000,00
(4) Pinjaman Dalam Negeri
1.000.000.000.000,00
(5) Dana investasi Pemerintah
dan
penyertaan modal negara -3.902.500.000.000,00
a. Investasi Pemerintah -927.500.000.000,00
b. Penyertaan modal negara
untuk
LPEI -2.000.000.000.000,00
c. Dana bergulir -975.000.000.000,00
(6) Dana Kontinjensi: -1.050.000.000.000,00
a. Dana kontinjensi untuk
PT.
PLN (persero) -1.000.000.000.000,00
b. Dana kontinjensi untuk
PDAM
-50.000.000.000,00
(7) Cadangan pembiayaan -914.300.000.000,00
----------------------------------------------------------------
Surat
berharga negara (SBN) neto merupakan selisih antara penerbitan dengan
pembayaran pokok dan pembelian kembali. Penerbitan SBN tidak hanya dalam mata
uang rupiah di pasar domestik, tetapi juga mencakup penerbitan SBN dalam valuta
asing di pasar internasional, baik SBN konvensional maupun SBSN (Sukuk).
Komposisi jumlah
dan jenis instrumen SBN yang akan diterbitkan, pembayaran pokok, dan pembelian
kembali SBN, akan diatur lebih lanjut oleh Pemerintah dengan mempertimbangkan
situasi yang berkembang di pasar, sampai dengan target neto pembiayaan SBN
tercapai.
Penerbitan SBN
tersebut akan di back up oleh sisa pinjaman siaga yang tidak dapat direalisasikan/ditarik
pada tahun 2009 guna mengantisipasi penerbitan SBN yang tidak dapat dilakukan
secara optimal akibat kondisi pasar.
Pinjaman dalam
negeri (PDN) tidak termasuk bagian dari perbankan dalam negeri, karena PDN
merupakan utang yang sumbernya tidak hanya dari BUMN perbankan saja tetapi juga
dari BUMN nonperbankan. Di samping itu, PDN dapat juga bersumber dari
pemerintah daerah dan perusahaan daerah.
Pinjaman Dalam
Negeri hanya dapat digunakan untuk pembiayaan kegiatan. Dalam rangka mendukung
percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 mw (sepuluh ribu megawatt)
berbahan bakar batu bara oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN), Pemerintah
memberikan jaminan penuh atas kewajiban pembayaran pinjaman PT PLN (Persero)
kepada kreditur perbankan. Jaminan Pemerintah dimaksud diberikan atas
risiko/kemungkinan PT PLN (Persero) tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran
terhadap kreditur (payment default). Jaminan tersebut akan diperhitungkan
sebagai pinjaman Pemerintah kepada PT PLN (Persero) apabila terealisasi.
Pengelolaan dan
pencairan dana penjaminan atas pinjaman PT PLN (Persero) tersebut di atas
diatur lebih lanjut oleh Pemerintah dengan memperhatikan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
Dalam rangka
percepatan penyediaan air minum yang merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi
penduduk oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), Pemerintah memberikan jaminan
penuh atas kewajiban pembayaran kembali atas kredit PDAM kepada kreditur
perbankan. Dana jaminan Pemerintah dimaksud diberikan atas risiko/kemungkinan
PDAM tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran terhadap kreditur (payment
default).
Jaminan tersebut
akan diperhitungkan sebagai pinjaman Pemerintah. Pengelolaan dan pencairan dana
penjaminan atas pinjaman PDAM tersebut di atas diatur lebih lanjut oleh
Pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pembiayaan luar negeri neto sebesar
negatif Rp9.881.507.577.000,00 (sembilan triliun delapan ratus delapan puluh
satu miliar lima ratus tujuh juta lima ratus tujuh puluh
tujuh ribu rupiah) terdiri atas:
(dalam
rupiah)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
a. Penarikan
pinjaman luar negeri
bruto 57.605.758.608.000,00
(1) Pinjaman program
24.443.000.000.000,00
(2) Pinjaman proyek
33.162.758.608.000,00
- Pinjaman Proyek
Pemerintah
Pusat 24.518.985.423.000,00
- Penerimaan Penerusan
Pinjaman 8.643.773.185.000,00
b. Penerusan
pinjaman
-8.643.773.185.000,00
c. Pembayaran
cicilan pokok utang
luar negeri -58.843.493.000.000,00
-----------------------------------------------------------
Pembiayaan luar
negeri mencakup pembiayaan utang luar negeri selain dari surat
berharga negara
internasional.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Termasuk di dalamnya mengenai tata cara dan kriteria
penyelesaian piutang
eks-BPPN
(Badan Penyehatan Perbankan Nasional).
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penerbitan
SBN untuk kebutuhan pembiayaan APBN tahun anggaran berikutnya diperhitungkan
sebagai bagian dari target penerbitan bersih SBN pada tahun anggaran tersebut.
Untuk menutup kekurangan kas jangka pendek pada awal tahun anggaran, Pemerintah
dapat melakukan penempatan langsung atau private placement surat
berharga negara di Bank Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Komposisi
instrumen pembiayaan utang meliputi Surat Berharga Negara, Pinjaman Dalam
Negeri, Pinjaman Luar Negeri, dan Pinjaman Siaga. Utang tunai meliputi Surat
Berharga Negara (neto) dan Pinjaman Program.
Ayat (5)
Kenaikan
imbal hasil (yield) surat
berharga negara yang menyebabkan tambahan biaya penerbitan SBN secara
signifikan tercermin dalam:
a. tidak adanya yield penawaran yang
dimenangkan dalam benchmark Pemerintah dalam 2 (dua) kali lelang berturut-turut;
dan/atau
b. terjadi kecenderungan peningkatan yield
sekurang-kurangnya sebesar 300 basis point (bps) dalam 1 (satu) bulan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat dilampiri dengan ikhtisar laporan keuangan perusahaan
negara dan badan lainnya.
Ayat (3)
Informasi tentang pendapatan dan belanja negara secara
akrual dimaksudkan
sebagai
tahap menuju pada penerapan anggaran yang dilengkapi dengan informasi hak dan
kewajiban yang diakui sebagai penambah atau pengurang nilai kekayaan bersih.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Penerapan
pendapatan dan belanja negara secara akrual telah dilaksanakan sejak Tahun
Anggaran 2009 pada satuan kerja berstatus Badan Layanan Umum yang secara sistem
telah mampu melaksanakannya.
Ayat (6)
Yang
dimaksud dengan "Standar Akuntansi Pemerintahan" adalah standar
akuntansi pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Ayat (7)
Laporan
keuangan yang diajukan dalam rancangan undangundang sebagaimana yang dimaksud
pada ayat ini adalah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diperiksa
oleh BPK dan telah memuat koreksi/penyesuaian (audited financial statements)
sebagaimana diuraikan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Pasal 29
Cukup jelas.
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50758
No comments:
Post a Comment